Selamat berkunjung ke blog helwanpunya..............

Alhamdulillah, adalah suatu kehormatan anda bersedia berkunjung ke blog ini. terus terang saja, blog ini diharapkan untuk menghimpun para blogger yang mungkin perlu informasi banyak tentang mesjid Al Aqsho dan kebiadaban Yahudi Zionis. Insya Allah kami selama berusaha untuk senantiasa tidak ketinggalan terhadap perkembangan mengenai mesjid Al Aqsho tersebut. Nah...teman-teman inilah blog helwanpunya, atau untuk jalin komunikasi bisa hubungi email saya : helwan1428@yahoo.co.id

Alhamdulillah, dapat juga kita bikin kayak gini. Bagi saya ini adalah hal yang baru, namun berkat ada teman yang kasih info, n bakar semangat, kemudian sedikit bimbingan, trus jadi blog sederhana ini. Rencana saya, ini mudah-mudahan bisa dijadikan media silaturahim, trus tukar pikiran, adu pendapat, sharing info, sarana dakwah dunia maya dan yang terpenting untuk tasyakur kepada Allah Subhanahu Wata'ala.Teman-teman sesama blogger, saya sekarang lagi intens terhadap masalah mesjid Al Aqsho.Bagi kaum muslimin sedunia, mesjid ini adalah situs yang sangat sarat makna-makna historis keislaman dan mengandung keuniversalitasan islam. namun sayangnya, saat ini mesjid Al Aqsho dalam genggaman kolonialisme Yahudi Zionis Israel. So...para blogger, terutama yang peduli betapa beharganya nilai sejarah dan mulianya darah manusia, yuuk kita bantu perjuangan pembebasan mesjid Al Aqsho dan kemerdekaan rakyat Palestina. Kita punya pikiran, kedua tangan, kedua kaki, sedikit harta, dan yang terpenting hati tulus yang senantiasa mendoakan.

Senin, 24 November 2008

Al Aqsho Haqqul Muslimin

Al Aqsho Haqqul Muslimin

1. Tiga Mesjid, Satu Kesatuan
Ada tiga mesjid di muka bumi ini yang lekat betul dengan kaum muslimin seluruh dunia. Pertama, tentu saja Masjidil Haram di Makkkah, kedua, mesjid Nabawi di Madinah, dan yang ketiga, Masjidil Aqsho di Palestina.
Ketiga mesjid tersebut memiliki khazanah historis yang sangat mengakar bagi eksistensi kaum muslimin serta menjadi symbol keagungan dan universalitas islam.
Secara jelas, kelebihan ketiga mesjid tersebut di atas disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam: “Janganlah kamu bersiap-siap untuk melakukan safar kecuali pada tiga tempat, Yakni Masjid ini (Masjidil Haram), Masjid Nabawi dan Masjid Al-Aqsha”. (HR.Bukhari).

2. Bermula Dari Ibrahim ‘Alaihissalam
Sejarah ketiga mesjid mulia umat islam tersebut, tidak terlepas dari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Beliau adalah bapak para Nabi.
Kisahnya dimulai sekitar tahun 1.800 SM, dari keluarga Ibrahim. Beliau memiliki dua orang putra, Ismail dan Ishaq. Keduanya adalah Nabiyullah ‘alaihimussalam.
Ismail menjadi cikal bakal bangsa Arab dan merupakan garis keturunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan Ishaq adalah cikal bakal garis keturunan Bani Israil.
Allah memerintahkan kepada Ibrahim untuk menghijrahkan istrinya yang bernama Hajar dan anaknya Ismail ke suatu tempat bernama Bakkah.
Kemudian, Allah memerintahkan Ibrahim dan Ismail yang sudah beranjak dewasa untuk membangun Ka’bah.
Tentang pembangunan Ka’bah ini Allah kisahkan dalam Al Quran:
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membangun) dasar-dasar Baitullah bersama Isma’il (seraya berdo’a): Ya Rabb kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” QS. Al Baqarah:127

Selanjutnya Bakkah dikenal dengan Makkatul Mukarromah, atau biasa disebut dengan kota Makkah.
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, penutup para Nabi yang merupakan garis keturunan dari Nabi Ismail Alaihissalam, mewarisi kemuliaan kota Makkah.
Bahkan, Allah menurunkan perintah untuk menjadikan Masjidil Haram, yang terdapat Ka’bah di dalamnya, sebagai kiblat umat islam, setelah 17 bulan kaum muslimin berkiblat ke Baitul Maqdis di Palestina.
Selanjutnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga membangun Masjid Nabawi di Madinah, ketika beliau hijrah dari Makkah ke Madinah.
Begitulah dua mesjid dibangun, hingga sekarang jutaan kaum muslimin menjadikannya tujuan ziarah untuk mendapatkan pahala dan kemuliaan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Kembali pada kisah Nabi Ibrahim. Putranya yang lahir setelah Ismail dari istrinya yang bernama Sarah, diberi nama Ishaq. Ishaq juga seorang Nabi. Dari Nabi Ishaq kemudian terlahir Nabi Ya’qub.
Dari Nabi Ya’kub inilah berasal sebutan Israel. Karena beliau bergelar Israel, yang memiliki arti HAMBA atau PASUKAN TUHAN, maka seluruh anak keturunannya dikenal dengan sebutan Bani Israel.
Kehidupan Bani Israel bergelimang kenikmatan. Mereka senantiasa dipimpin oleh para Nabi. Mereka diselamatkan dari keganasan kekejaman Fir’aun. Mereka juga senantiasa dipersaksikan oleh Allah terhadap berbagai mu’jizat para Nabi yang terjadi di depan mata kepala mereka.
Namun ternyata luasnya nikmat Allah yang tercurah kepada mereka, tidak mengubah keburukan tabi’at mereka. Mereka tetap lebih cenderung kepada kesesatan dan kemaksiyatan.

3. Al Aqsho di Bangun
Kalau Masjidil Haram di Makkah adalah rumah ibadat yang pertama kali dibangun di muka bumi, maka tempat ibadat yang kedua dibangun setelahnya adalah Masjidil Aqsho di Palestina.
Terdapat sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyebutkan tentang pembangunan kedua masjid tersebut:
Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Saya bertanya: Wahai Rasulullah, Mesjid manakah yang mula-mula didirikan?” Jawab beliau: “Masjidil Haram (di Makkah)” Tanya saya lagi: “Kemudian yang mana?” Jawab beliau: “Kemudian Masjidil Aqsho (Baitul Maqdis)”. Tanya saya lagi: “Berapa lama antara keduanya?” Jawab beliau: “Empat puluh tahun”. Kemudian beliau bersabda: “Dimana saja engkau mendapatkan waktu sholat, maka sholatlah, dan bumi ini bagi engkau adalah mesjid (tempat sholat)”. HSR. Bukhari (Shahih Bukhari Jilid III, 207).
Dari hadits tersebut dapat diketahui bahwa jarak waktu pembangunan antara Masjidil Haram dengan Masjidil Aqsho adalah selama 40 tahun.
Dengan demikian, jika Masjidil Haram dibangun oleh Ibrahim dan Ismail, maka yang membangun pertama kali Masjidil Aqsho, menurut beberapa penulis sejarah adalah Nabi Ya’kub.
Akan tetapi, tidak diketemukan informasi yang shahih dari Rasulullah mengenai siapa sebenarnya yang membangun pertama kali Masjidil Aqsho.
Beliau hanya menyebutkan bahwa jarak antara pembangunan Masjidil Haram dengan Masjidil Aqsho adalah selama empat puluh tahun.
Kalau sekiranya Nabi Ya’kub, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

Pertama, Nabi Ya’kub adalah putra Nabi Ishaq, sedangkan Nabi Ishaq terlahir ketika umur Ibrahim dan Sarah dalam usia yang sudah sangat tua, bahkan beliau menyangka tidak lagi memiliki keturunan dari rahim Sarah.
Ayat Al Qur’an menyebutkan:
قَالَتْ يَا وَيْلَتَا أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ (72)
Artinya: “Istrinya berkata: Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah seorang perempuan tua dan suamiku pun dalam keadaan tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang aneh”. QS. Huud:72.

Ini berarti, terdapat masa yang sangat panjang antara Nabi Ismail (yang membangun Masjidil Haram bersama Nabi Ibrahim) dengan Nabi Ya’kub yang merupakan putra Nabi Ishaq.
Oleh karenanya, masih perlu dipertanyakan apakah logis jarak waktu 40 tahun untuk masa tenggang dari Nabi Ismail ketika membangun Masjidil Haram dengan Nabi Ya’kub di saat membangun Masjidil Aqsho.

Kedua, menurut riwayat bahwa setelah mendapat nasehat dari Nabi Ishaq, Nabi Ya’kub hijrah dari Palestina ke Fadan Araam (sekitar Irak sekarang), kemudian hijrah lagi ke Mesir pada masa Nabi Yusuf menjadi pembesar kerajaan di sana.

Tidak ada riwayat yang jelas yang menunjukkan Beliau kembali lagi ke Palestina. Jadi kisah hidup beliau lebih lama berada di luar negeri Palestina, dan nampaknya sulit diterima kalau selama beliau di Palestina yang singkat itu, sempat membangun Masjidil Aqsho.

Ketiga, Ada dua orang Nabi yang kemungkinan besar membangun Masjidil Aqsho, yakni Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq.

Dengan alasan: kedua orang Nabi tersebut sebagian besar masa hidupnya adalah di Palestina, selain itu kalau diperhatikan maka keduanya mempunyai tenggang waktu yang cukup logis jika dikaitkan dengan jarak 40 tahun setelah pembangunan Masjidil Haram di Makkah.

Namun dari semua penjelasan di atas, Allah subhanahu wata’ala yang lebih mengetahui, Wallahu ‘alam bish showwab.

4. Al Aqsho pada Zaman Para Nabi
Dimulai dari zaman Nabi Musa ‘alihissalam. Setelah Allah menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israil dari keganasan penguasa Mesir, Fir’aun dan bala tentaranya, kemudian Allah perintahkan kepada mereka untuk memasuki Al Ardhol Muqoddasah atau Tanah yang Suci di Palestina.
Al Qur’an menyebutkan::
يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ (21)
Artinya: “(Musa berkata) Wahai kaumku, masukkanlah ke Tanah Suci yang telah ditentukan Allah kepadamu, dan janganlah kamu berbalik ke belakang (karena takut kepada musuh), nanti kamu menjadi orang yang merugi”. QS. Al Maidah:21.

Menurut ulama tafsir, yang dimaksud dengan Al Ardhol Muqoddasah pada ayat di atas adalah Baitul Maqdis atau Masjidil Aqsho.
Ini menandakan bahwa Masjidil Aqsho sudah jelas-jelas ada pada masa Nabi Musa ‘Alaihissalam, akan tetapi masih dalam kekuasaan orang-orang Kanaan (Palestina), sepeninggal Nabi Ishaq.
Pada masa Nabi Dawud, Allah menganugerahkan Kenabian dan Kerajaan kepada beliau, untuk memimpin Bani Israil. Sebagai seorang Nabi, beliau mewarisi Masjidil Aqsho dan memperbaharui kembali bangunannya.
Beliau juga membangun kota Yerusalem lama, dan menempatkan Al Haram Al Syarif sebagai bagian dari kota tersebut. Al Haram Al Syarif terletak di Bukit Zaitun, orang Katholik menyebutnya dengan Bukit Moria.
Menurut Ibnu Taymiyah, yang disebut sebagai Mesjid al Aqsha adalah seluruh kompleks Bukit Zaitun, yang sebagai pusatnya adalah Al Haram Al Syarif.
Nabi Sulaiman mewarisi kekuasaan Nabi Dawud dan kemuliaan Baitul Maqdis. Menurut sejarah, puncak keemasan kerajaan yang Allah limpahkan kepada Bani Israil adalah pada masa Beliau.
Menurut orang-orang Yahudi, Nabi Sulaiman telah membangun Haikal Sulaiman atau The Solomon Temple. Haikal berkonotasi kuil atau tempat pemujaan terhadap berhala atau dewa.
Pemahaman ini bisa dimaklumi karena dikalangan Bani Israil Aliran Kabbalah, yakni penyembahan terhadap syaithon, tetap dipegang oleh sebagian dari mereka, sehingga mereka menebarkan fitnah sesat dengan mengatakan Sulaiman telah membangun Haikal.
Padahal dengan sangat jelas Allah menyatakan dalam Al Qur’an, bahwa Sulaiman adalah Nabiyullah, yang tidak pernah terlepas dari mentauhidkan Allah, sebagaimana Nabi-nabi lainnya yang Allah utus.
Selanjutnya, setelah waktu demi waktu berlalu, tibalah kehancuran yang pertama terjadi pada Baitul Maqdis. Sepeningga Nabi Sulaiman Bani Israil terpecah-pecah sehingga melemahkan kekuatan mereka.
Pada tahun 586 SM, mereka diserang oleh Raja Nebukatnezzar, dari Babilonia. Yerusalem dan istana Sulaiman dihancurkan begitupula Baitul Maqdis. Kaum Yahudi dijadikan budak di bawa ke Babilonia.

1Kekuasaan Babilonia atas Palestina tidak berlangsung lama. Hanya sekitar ½ abad. Tepatnya pada tahun 538 SM, Persia berhasil mengalahkan Babilonia, sehingga otomatis Palestina dikuasai oleh Persia yang rajanya pada waktu itu bernama: Qurisy Al Farisi.
Menurut DR, Shalah Al Khalidy, Qurisy Al Farisi adalah seorang raja Persia yang berkeyakinan Tauhid, dan berbagai perjalanan yang ia lakukan, menunjukkan bahwa Qurisy Al Farisi adalah Zulqornain, sebagaimana yang dimaksudkan dalam ayat Al Qur’an surah Al Kahfi.
Orang-orang Yahudi kemudian sebagian kembali ke Palestina, dan mereka membangun kembali Masjidil Aqsho, dibawah pengawasan Qurisy Al Farisi. Namun para sejarawan Yahudi menyebutnya sebagai , Second temple, atau Kuil Kedua.
Pergolakan politik dunia pada waktu itu terus berubah. Romawi kemudian berhasil mengalahkan Persia dan menguasai Palestina pada tahun 63 SM.
Ketika Allah mengutus Isa dan Yahya sebagai Rasul Nya, beliau sangat murka terhadap kekufuran yang telah dilakukan oleh Bani Israil. Oleh karenanya, Beliau kemudian melaknat Bani Israil atas perbuatan kufur mereka tersebut.
“Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Dawud dan ‘Isa Putra Maryam . Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas”. QS. Al Maidah:78
Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebutkan bahwa Baitul Maqdis tetap menjadi tempat bagi nabi Isa dan Yahya ‘Alaihimussalam untuk mengumpulkan Bani Israil. Hadits tersebut berbunyi antara lain:
“Sesungguhnya Allah menyuruh Yahya bin Zakaria untuk mengerjakan 5 macam dan menyuruh Bani Israil melaksanakannya. Tetapi kemudian ia lambat menyampaikan kepada Bani Israil sehingga ditegur oleh Nabi Isa, “Sungguh Allah telah menyuruhmu melaksanakan 5 perkara dan menyuruh Bani Israil supaya melaksanakannya pula, jika anda tidak dapat menyampaikannya maka aku akan menyampaikannya”. Jawab Yahya, “Hai Saudaraku, saya khawatir jika anda yang menyampaikannya saya akan disiksa atau dibinasakan Nya”. Maka segera Yahya mengumpulkan Bani Israil di Baitul Maqdis sehingga memenuhi ruangan MASJID, kemudian ia duduk diatas mimbar dan sesudah mengucapkan puji syukur kepada Allah ia berkata, “Allah telah menyuruhku melaksanakan 5 perkara dan kini saya anjurkan kepadamu untuk melaksanakannya……”.

Hadits ini menunjukkan, bahwa Baitul Maqdis atau Masjidil Aqsho tetap masih terpelihara, sehingga Nabi Isa dan Yahya, serta Bani Israil yang masih berpegang teguh kepada tauhidullah, masih memanfaatkannya untuk kegiatan peribadatan kepada Allah.
Pergolakan kembali terjadi. Pada tahun 70 M, Yerusalem yang masih dalam wilayah kekuasaan Romawi, diserang oleh Panglima Titus. Hal ini karena, Yahudi memberontak namun gagal.
Terjadi pembantaian besar-besaran terhadap kaum Yahudi, Masjidil Aqsho pun dihancurkan. Kecuali dinding Kota Yerusalem yang selamat dari penghancuran, itu pun hanya tersisa 60 m.
Sisa tembok ini kemudian dikenal dengan Wailing Wall, atau Tembok Ratapan. Orang-oarang Yahudi hingga kini mengeramatkan Tembok Ratapan ini.
Romawi, yang kemudian telah beragama Nasrani, menguasai Palestina hingga pada masa kekuasaan Islam.
Nabi Penutup, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam pun ternyata Allah taqdirkan untuk berinteraksi dengan Baitul Maqdis. Bahkan atas Kehendak Allah beliaulah yang menghimpun antara Makkah dengan Palestina, antara Masjidil Haram dengan Baitul Maqdis.

Ada dua hal:
Pertama, Umat Islam menjadikan Baitul Maqdis sebagai kiblat pertama selama kurang lebih 17 bulan. Kemudian baru turun perintah Allah untuk mengalihkan arah kiblat ke Masjidil Haram di Makkah.
Kedua, Allah menjadikan Masjidil Haram dan Masjidil Aqsho sebagai dua mesjid yang menjadi titik tolak perjalanan Isra dan Mi’raj Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebagaimana diketahui Isro’ Mi’raj beliau bermula dari Masjidil Haram di Makkah, kemudian ke Masjidil Aqsho di Palestina, kemudian ke Sidrotul Muntaha di langit. Lebih lengkapnya secara jelas diungkap dalam ayat Al Quran surah Al Isro ayat 1:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1)
Artinya: “Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (Kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat”.
Dari dua hal di atas, banyak hikmah yang dapat diambil. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah menghimpun dua tempat peribadatan yang sarat dengan nilai histories bagi seluruh manusia.
Beliau telah menghimpun antara keturunan Ismail dengan keturunan Ya’kub, atau antara Arab dan Yahudi.
Mereka semuanya berasal dari satu Bapak, yakni : Ibrahim ‘alaihissalam dan agamanya bermuara dari satu kata, yakni: Tauhidullah, sebagaimana yang senantiasa diusung oleh Ibrahim, Ya’kub, Musa, Isa, hingga Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ya…, penghuni Makkah dan penghuni Baitul Maqdis serta seluruh umat manusia lainnya adalah umat beliau, karena beliau adalah penyempurna terakhir agama para Nabi.

5. Silih Berganti Al Aqsho Dikuasai
Baitul Maqdis masih tetap dalam kekuasaan Romawi, yang waktu itu telah beragama Nasrani, hingga kemudian dibebaskan oleh Kholifah Umar.
Kekalahan tentara Romawi yang dipimpin oleh Panglima Artavon dari pasukan Islam, menyebabkan mereka harus bertahan terakhir di Yerusalem pada tahun 636 M.
Akan tetapi wilayah Kota Suci Yerusalem yang dipimpin oleh seorang Uskup bernama Sophronius, justru menghendaki agar Yerusalem diserahkan secara baik-baik kepada kekuatan Islam.
Kholifah Umar akhirnya berangkat ke Palestina, karena Uskup Sophronius memberikan syarat hanya akan menyerahkan kota suci Yerusalem langsung ke pimpinan Islam tertinggi.
Kholifah Umar menyetujui, akhirnya beliau berangkat keluar dari Madinah menuju Palestina, dan ini adalah satu-satu kepergian Kholifah Umar yang meninggalkan Madinah, kepergian untuk mewarisi kemuliaan Masjidil Aqsho.
Sungguh menakjubkan, ketika Islam berhasil menguasai Yerusalem, tidak ada setetes pun darah yang tumpah, tidak ada satu pun tempat ibadah yang dirusak. Kaum muslimin dengan damai memasuki Yerusalem.

Bahkan disaat Kholifah Umar menerima penyerahan resmi Kota Yerusalem, tibalah waktu sholat Zhuhur, Uskup Sophronius menawarkan untuk sholat di Gereja mereka, Umar menolak dengan mengatakan: “Kalau saya sholat di situ, saya khawatir orang-oarang di kemudian hari akan merampas gereja tuan dan menjadikannya sebagai mesjid”.
Akhirnya beliau dan kaum muslimin sholat di sekitar Kubah Assakhro, yakni batu karang tempat Rasulullah sholat dua rakaat sebelum Mi’raj ke langit.
Pada masa-masa berikutnya, Palestina tetap di bawah kekuasaan umat Islam. Pada masa itu pula terjadi pembangunan mesjid Al Aqsho seperti yang ada sekarang ini dan Kubah As sakhro.
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, tepatnya zaman Abdul Malik, beliau membangun dengan megah Mesjid Al Aqsho dan Kubah As Sakhro, sehingga seperti yang terlihat sekarang ini.
Pada awal abad ke dua, tepatnya tahun 1090an, tentara Salib yang berjumlah 150.000 orang dikerahkan oleh Paus Urbanus II didukung Peter the Hermit, seorang Yahudi beraliran Kabbalis.
Pasukan tersebut bergerak menuju ke Timur, dengan tujuan akhir menyerang Yerusalem. Pasukan ini terdiri dari sukarelawan kristiani dan para pelaku criminal yang dijanjikan pengampunan dosa oleh sang Paus.
Yerusalem yang waktu itu dibawah kekuasaan Bani Fathimiyah tak mampu menahan luapan tentara Salib. Hal ini karena kekuasaan Turki Seljuk dalam keadaan yang lemah akibat problem internal.
Akibatnya terjadi kerusakan dahsyat. Pembantaian tak berperikemanusiaan terjadi. Seluruh kaum muslimin dibantai, bahkan orang Yahudi pun tak luput dari keganasan tentara Salib.
Masjid Al Aqsho, tempat terakhir kaum muslimin berlindung, menjadi kubangan darah muslimin yang tertumpah, mayat-mayat pun bergelimpangan. Pada tahun 1099 Yerusalem jatuh ke tangan tentara Salib.
Untuk menggambarkan keganasan ini, seorang pemimpin pasukan Salib menulis surat melaporkan kepada Paus Urbanus II,
“Jika paduka ingin mendengar bagaimana kami memperlakukan musuh-musuh kita di Yerusalem, ketahuilah, di Portico dan Haikal Sulaiman, kami berkuda di atas najis kaum Saracen (Muslim), yang tinggi genangannya itu mencapai lutut kuda-kuda kami”.
Kisah ini mengakhiri kedamaian Yerusalem yang belum lama terpancar dibawah kekuasaan Islam, dan sekaligus pula menunjukkan kebiadaban pasukan yang mengatasnamakan agama Nasrani ini.
Namun ternyata keadaan ini tidak bertahan lama. Belum genap satu abad, seorang mujahid Islam berasal dari Utara Irak, Shalahuddin Al Ayyubi, berhasil merebut kembali Yerusalem, pada tahun 1187 M.
Shalahudin, seperti panglima Islam pendahulunya, beliau dengan damai menjamin kehidupan para penghuni Kota Yerusalem, bahkan yang beragama Kristen dan Yahudi sekalipun, mereka bebas hidup di Yerusalem.
Shalahuddin juga merenovasi bangunan Mesjid Al Aqsho, beliau juga membuat mimbar yang sangat megah yang terkenal dengan sebutan Mimbar Shalahuddin Al Ayyubi.
Sampai pada masa kekuasaan Turki Utsmani, Palestina tetap berada di bawah kekuasaan Islam, hingga suatu masa.

7. Al Aqsho Di Bawah Kekuasaan Zionis
Taqdir berkata lain. Palestina dan Al Aqsho tetap menjadi sasaran jihad umat Islam. Ternyata benteng terakhir kekuatan Islam yang diwarisi oleh Kekhilafahan Turki Utsmani, kian hari kian lemah.
Konspirasi Zionis Yahudi berada dibalik kehancuran Turki Utsmani. Umat Islam limbung, Palestina dan Al Aqsho menjadi incaran konspirasi Zionis untuk merealisasikan Negara Israel Raya.
Seiring dengan melemahnya kekuasaan Turki, atas lobi Zionisme tingkat tinggi, pada tanggal 2 November 1917 lahirlah deklarasi Balfour yang memberikan hak kepada bangsa Yahudi untuk bermukim di Palestina.
Kemudian langkah ini disempurnakan oleh PBB. Pada tahun 1947 DK PBB memuluskan langkah zionisme internasional untuk kukuh kembali ke Palestina, dengan mengeluarkan resolusi bahwa Palestina dibagi menjadi dua bagian. Palestina dan Israel.
Selanjutnya dimulainya babak baru nasib Palestina dan Al Aqsho. Bercokolnya Zionis Yahudi di Palestina, berarti diawalinya kehidupan keras penuh penindasan.
Karena tidak ada yang diinginkan Zionis Yahudi, melainkan merampas tanah Palestina, mengoyak kehormatan Islam dan menghancuran Al Aqsho untuk kemudian digantikan dengan Haikal Sulaiman mereka.
Rabi Elmer Berger, mantan presiden Liga untuk Judaisme di AS, mengutip perkataan Mikha:
“Dengarlah, wahai kepala-kepala rumah Jacob dan pemimpin-pemimpin Rumah Israel, kamu yang telah membenci kebaikan dan mencintai kejahatan, yang membangun Zion dalam darah dan Jerusalem dalam kejahatan. Zion akan diolah seperti lading, Jerusalem akan menjadi sepotong reruntuhan, dan gunung tempat berdirinya kuil akan menjadi tempat utama bagi berhala”.
Hal ini terbukti, sejak tahun 1967 hingga tahun 2000. lebih dari 100 kali orang Yahudi melecehkan dan bertindak merobohkan mesjid Al Aqsho. Beberapa diantaranya adalah:
Pada tanggal 21 Agustus 1969, seorang teroris Yahudi, Danis Dohan, membakar Masjid Al Aqsho, namun sempat dipadamkan oleh muslimin Palestina.
11 September 1979, polisi Israel melepaskan peluru bertubi-tubi ke arah kaum muslimin, jama'ah shalat yang menyebabkan puluhan jama'ah itu luka-luka.
28 Agustus 1981, pengumuman tentang ditemukannya terowongan di bawah Masjid Al-Aqsha yang gerbangnya berada di tembok ratapan. Pemerintah Israel berusaha untuk menutupi hal ini. Penggalian terowongan ini terus berlanjut hingga sekarang.
8 Agustus 1990, pasukan penjajah Israel melakukan pembantaian di dalam masjid, sehingga 22 jama'ah shalat gugur syahid dan lebih dari 200 lainnya luka-luka.
24 Januari 1999, sebuah rencana salah seorang aktivis sayap kanan Israel, Dimyan Pakopitch, sesuai pengakuannya sendiri, berhasil diungkap. Rencana tersebut adalah dengan meledakkan Masjid Al-Aqsha hingga rata dengan tanah.
Sejak Agustus 2006, mesjid Al Aqsha sudah sepenuhnya dikuasai oleh Israel, mereka melarang kaum muslimin untuk melaksanakan sholat di sana. Atas desakan kaum muslimin mereka pun mengendorkan, namun tetap melarang kaum muslimin yang berumur dibawah 40 tahun untuk memasuki mesjid Al Aqsho.
Apa yang telah dilakukan oleh Zionis Israel terhadap Bangsa Palestina dan Mesjid Al Aqsho, mengingatkan kita pada kebiadaban tentara Salib terdahulu. Zionis Israel menapaktilasi jalan yang sama dengan tentara salib, yakni jalan kebiadaban dan kenistaan.
Hal ini semakin membuktikan hanya Islam yang pantas menjadi penjaga kota suci Yerusalem.
Terbukti, dua kali mujahidin Islam mampu merebut Yerusalem, yakni Umar Ibnul Khathab dan Shalahuddin Al Ayyubi, keduanya mampu memperlihatkan akhlak yang mulia, semua agama hidup berdampingan dengan damai.
Ini menjadi sepenggal cerita indah bagi bangsa Palestina si penghuni tanah suci Kota Yerusalem.

8. Tiga Agama Mengklaim Yerusalem
Kota Yerusalem, memiliki histories yang mendalam bagi ketiga agama samawi: Islam, Kristen, dan Yahudi.
Menurut orang Kristen, situs yang dianggap suci oleh mereka adalah apa yang disebut dengan Via Dolorosa & Gereja Sepulcher.
Via Dolorosa, menurut keyakinan kristiani, adalah jalan kesengsaraan, jejak kaki Yesus ketika disalib. Terdiri dari 14 titik, bermula dari sebelah utara daerah Haram Al Syarif, terus menyusuri rute hingga ke Gereja Sepulcher, atau gereja Kebangkitan. Situs ini, menjadi salah satu tujuan ziarah bagi umat kristiani.
Sementara bagi umat Yahudi, yang mereka anggap suci adalah apa yang dikenal dengan Wailing Wall atau Tembok Ratapan.
Sesungguhnya Tembok Ratapan ini adalah sisa tembok dari dinding Kota Yerusalem yang dihancurkan oleh Kaisar Vespasianus (Panglima Tittus) dari Romawi.
Panjang tembok ratapan aslinya sekitar 485 meter, namun sekarang sisanya hanyalah 60 meter.
Menurut kepercayaan Yahudi, di situ berdiam “Shekhinah” (kehadiran ilahi). Jadi, berdoa di situ sama artinya dengan berdoa kepada Tuhan.
Hingga kini Tembok Ratapan menjadi tujuan ziarah untuk ibadat dan permohonan doa bagi umat Yahudi seluruh dunia. Tembok Ratapan terletak berhimpitan sebelah barat dengan Haram Al Syarif.
Akan tetapi klaim Yahudi atas tembok Ratapan ini tidak terbukti secara ilmiah.
Jerusalem Center, sebuah lembaga penelitian modern milik Israel, menegaskan bahwa seluruh wilayah Masjid Al Aqsho termasuk yang disebut Tembok Ratapan atau Tembok Al Buraq adalah situs sejarah Islam saja, tidak ada kaitannya dengan sejarah Yahudi. Hal ini diungkapkan sendiri oleh Samuel Berigo, Doktor arkeolog Israel.
Sedangkan bagi kaum muslimin, lokasi suci adalah Kompleks Al Haram Al Syarif yang seluruhnya dipagari oleh tembok, dan di dalamnya terdapat bangunan Mesjid Al Aqsha yang ada sekarang ini, yang berdampingan dengan Kubah Assakhra.
Bahkan apa yang mereka sebut sebagai Wailing Wall (Tembok Ratapan) juga termasuk dalam wilayah Al Haram Asy Syarif.
Baitul Maqdis sejak dulu, zaman para Nabi dan Rasul, adalah Masjid tempat penyembahan kepada Allah Subahanahu Wata’ala.
Orang-orang Yahudi telah berkhianat terhadap keyakinan Tauhidullah. Syari’at yang mereka terapkan jauh menyimpang dari yang Allah tetapkan. Bahkan sudah terinfiltrasi dengan paham Kabbalah, yakni paham Satanisme.
Itulah yang mereka lakukan saat ini di lokasi yang mereka sebut sebagai Tembok Ratapan itu.

9. Kewajiban Muslimin Membebaskan Al Aqsho
Kewajiban muslimin seluruh dunia untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Zionis Yahudi dan mengembalikan kemulian Masjid Al Aqsho ke pangkuan kaum muslimin.
Nasib Mesjid Al Aqsho tidak mungkin hanya diserahkan kepada Rakyat Palestina saja.
Mereka memang telah menunjukkan keteguhan hati menjadi mujahidin pada barisan terdepan untuk mengadakan perlawanan terhadap Zionis Yahudi.
Meskipun mereka hanya sekumpulan anak-anak yang bersenjatakan ketepel dan lemparan kerikil.
Atau ibu-ibu janda yang ditinggal suami karena dibunuhi oleh tentara Zionis, namun yang pasti mereka telah mengikhlaskan dirinya untuk menjadi tameng. Bahwa setiap tetes darah yang tertumpah dari tubuh mereka, mengalir atas nama kemulian Islam.
Lantas, pantaskah kaum muslimin membiarkan mereka berjihad mempertahankan Al Aqsho sendirian, sementara Zionis Israel merangsek maju setiap saat, dengan persenjataan lengkap, dan kekuatan mereka didukung oleh konspirasi Internasional.
Sungguh adalah hina bagi kaum muslimin untuk membiarkan hal ini terjadi. Saatnya sudah tiba untuk bangkit, menggalang persatuan demi pembebasan Al Aqsho.
Allah telah menjanjikan kepada seluruh jiwa yang mengimani Al Qur’an. Bahwa kekalahan Zionis Israil sudah nampak dan pasti.
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا (7)
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. Apabila dating saat hukuman (kejahatan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu lalu mereka masuk ke dalam Mesjid (Al Aqsho) sebagaimana ketika mereka memasukinya pertama kali dan mereka membinasakan apa saja yang mereka kuasai”. QS. Al Isro:8
Al Aqsho Haqquna, Al Aqsho hak kaum muslimin…………..

Penyusun Naskah: Uray Helwan
Referensi:
1. Al Qur’an dan Terjemahnya, Syamil Al Qur’an
2. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid I, PT. Bina Ilmu, 1987
3. M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah Vol 3, Lentera Hati, 2004
4. Terjemah Hadis Shahih Bukhari Jilid I, II, III IV, Klang Book Centre, 2002
5. H. Salim Bahreisy, Sejarah Hidup Nabi-Nabi, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1980
6. Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Penerbit Bulan Bintang Jakarta, 1979
7. Rizki Ridyasmara, Knight Templar Knight of Christ, Pustaka Al-Kautsar, 2006
8. Hanafi Muhallawi, Tempat-Tempat Bersejarah Dalam Kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, Gema Insani (GIP), Jakarta, 2005
9. Prof. Dr. Ahmad Syalabi, Sejarah Yahudi dan Zionisme, Arti Bumi Intaran, Yogyakarta, 2006
10. Ridwan Saidi dan Rizki Ridyasmara, Fakta dan Data Yahudi di Indonesia Dulu dan Kini, Khalifa, Jakarta, 2006
11. Dr. Muh. Ahmad. Diyab Abdul Hafidz, Menguak Tabir dan Konspirasi Yahudi, Pustaka Setia Bandung, 2005
12. DR. Shalah Al Khalidy, Kisah-Kisah Al Qur’an Pelajaran dari Orang-Orang Terdahulu Jilid 2, Gema Insani Press, Jakarta, 2000
13. Roger Garaudy, Mitos dan Politik Israel, Gema Insani Press, Jakarta, 2000
14. Ali Farkhan Tsani, Ghazwah Al Aqsho Jama’ah Muslimin (Hizbullah), Afta Cileungsi Bogor, 2007
15. Era Muslim Digest, Edisi Koleksi I, September 2007
16. COMES, swaramuslim.net, 25 Februari 2004
17. Speedytown.com (diakses tgl 24 Febr 2007).

Senin, 17 November 2008

Pembebasan Al-Aqsha Palestina, Janji Allah yang Pasti Terlaksana
Ali Farkhan Tsani, Pemred Journal Al-Aqsha Jakarta

Duta Besar Palestina untuk Indonesia Fariz Mehdawi mengungkapkan, Masjid Al-Aqsha dan kawasan Palestina akan bebas dari penjajahan Israel dalam waktu dekat seiring dengan semakin banyaknya dukungan solidaritas umat Islam di seluruh dunia, terutama dari umat Islam Indonesia.

Dubes Palestina berkeyakinan akan terwujudnya hadits Nabi Muhammad SAW, "Akan selalu ada segolongan dari umatku yang berperang di pintu Damaskus dan sekitarnya serta di pintu Baitul Maqdis (Al-Aqsha Palestina) dan sekitarnya. Tidak membahayakan orang yang menghinakannya, dan mereka selalu menampakkan diri di atas kebenaran sampai hari kiamat."

Dalam pandangan DR. Usamah Jam’ah Al-Asyqar, General Manager Palestines Establishment of Culture Suriah, disebutkan, dengan kondisi Palestina masih dalam genggaman penjajah, umat Islam di seluruh dunia secara bergulir semakin terusik. Karenanya masing-masing berusaha membantu dengan berbagai cara yang mereka bisa lakukan. Di antara mereka ada yang menggunakan senjata, fisik, material, dana, pemikiran, penelitian maupun survai.

Dalam tinjauan historis, seperti juga diyakini Dubes Palestina, adalah Nabi Nuhammad SAW yang mencanangkan program pembebasan Palestina dan kawasan Syam sekitarnya. Keinginan Nabi itu semakin mengemuka setelah beliau diperjalankan Allah dalam peristiwa Isra dan Mi’raj. Nabi SAW menyampaikan berita gembira dengan akan terbukanya kawasan Palestina dan sekitarnya.

Seperti diungkapkan dalam sebuah hadits riwayat Ath-Thabrani disebutkan, suatu ketika Syaddad bin Aus berada di sisi Nabi SAW. Maka beliaupun bertanya, “Ada apa denganmu, Wahai Syaddad?”. Ia menjawab, “Betapa sempitnya dunia bagiku”. Maka Nabi bersabda, “Bukan Cuma bagimu. Sesungguhnya kawasan Syam akan dibebaskan, dan akan dibebaskan pula Baitul Maqdis (Al-Aqsha Palestina), dan engkau serta keturunanmu kelak akan menjadi para pemimpin di sana, insya Allah”. (Al Mu’jam Al-Kabir : 7 / 289).

Terbukanya Palestina sudah terasa di pelupuk mata ketika Nabi memimpin peperangan di daerah Tabuk Jazirah Arab. Saat itu, Nabi mengutus sahabatnya Alqamah bin Mujazzaz Al-Mudhiji ke kawasan Palestina. Alqamah menerima amanat ekspedisi dakwah dan jihad itu hingga dapat memasuki desa Al-Darum (Dir Bilh) bagian dari daerah Gaza. Kelak setelah itu terbukti Alqamah memiliki peranan besar dalam membuka Palestina. Ia pun menjadi hakim di Baitul Maqdis Palestina pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab.

Pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Abu Bakar sebagai Pemimpin Umat Islam terpercaya mengumpulkan para pemimpin dari berbagai daerah di jazirah Arab untuk membuka daerah Syam. Abu Bakar memotivasi solidaritas seluruh umat Islam di daerah Makkah, Thaif, Yaman, dan seluruh bangsa Arab di Najed dan Hijaz untuk berjihad menuju Syam.

Pada masa Khalifah Umar bi Khattab, penduduk Palestina memberikan mandat kepada Pemimpin Islam Khalifah Umar bahwa diri mereka, harta mereka, dan semua kepercayaan di sana, untuk dijaga dan dipelihara oleh Islam. Khalifah Umar bin Khattab mewaqafkannya untuk umat Islam, agar jangan sampai jatuh ke tangan di luar Islam. Di bawah kepemimpinan Islam, penduduk di Palestina dan sekitarnya hidup secara damai dan penuh rahmat. Demikian pula saat kawasan Palestina di bawah Pimpinan Panglima Islam Shalahuddin Al-Ayyubi.

Jihad Al-Aqsha

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, Artinya : "Tidak boleh mengkhususkan melakukan perjalanan kecuali menuju tiga Masjid, yaitu Masjid Al-Haram (di Mekkah), dan Masjidku (Masjid An-Nabawi di Madinah), dan Masjid Al-Aqsha (di Palestina)". (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).

Landasan aqidah terutama surah Al-Isra ayat 1 dan hadits di atas, juga dalil-dalil lainnya menunjukkan keagungan, keutamaan, dan kemuliaan Masjid Al-Aqsha di dalam Islam. Hal tersebut menekankan pentingnya kaum muslimin memperhatikan Masjid Al-Aqsha serta menekankan tanggung jawab umat Islam di seluruh dunia dalam membela dan menjaga masjid tersebut. Umat Islam tidak boleh membiarkan apalagi melalaikannya dikuasai oleh yang bukan haknya, seperti berlangsung saat ini, dijajah oleh Zionis Israel. Hal itu karena Masjid Al-Aqsha adalah hak milik yang sah milik kita umat Islam atau disebut dengan istilah “Al-Aqsha Haqquna”.

Oleh karena itu, jihad membebaskan Al-Aqsha adalah semata-mata karena memenuhi perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : Artinya : "Tidak henti-hentinya thaifah dari umatku yang menampakkan kebenaran terhadap musuh mereka. Mereka mengalahkannya, dan tidak ada yang membahayakan mereka orang-orang yang menentangnya, hingga datang kepada mereka keputusan Allah Azza wa Jalla, dan tetaplah dalam keadaan demikian". Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, di manakah mereka?". Beliau bersabda, "Di Bait Al-Maqdis dan di sisi-sisi Bait Al-Maqdis". (HR Ahmad dari Abi Umamah).

Insya Allah, Pembebasan Al-Aqsha Palestina adalah Janji Allah yang pasti terlaksana!
Allahu Akbar !! (www.jamaahmuslimin.com)

Senin, 13 Oktober 2008

Informasi Seputar Penggalian Fondasi Mesjid Al Aqsho

Sembilan tahap penggalian yang dilakukan oleh Zionisme Israel:

Tahap I
Pada tahun 1967, atas biaya Hebraic University dengan pimpinan Prof. Benjamin Meizar, Zionisme Israel melakukan penggalian di sekitar Al Aqsho di sisi selatan mesjid kaum wanita. Panjang lokasi yang digali adalah 70 m dengan kedalaman mencapai 14 meter. Hal ini membahayakan rumah dan bangunan warga setempat, serta mengakibatkan kekuatan kekuatan fondasi Al Aqsho.

Tahap II
Penggalian yang kedua diselesaikan pada tahun 1969. Ia telah merusak dinding Haram Al Syarif sepanjang 80 meter. Lokasi dimulai dari posisi terakhir mereka melakukan penggalian sebelumnya, dan merentang ke Utara tembok hingga Bab al Maghriba yang kini rusak total. Yang mereka temukan justru situs-situs milik kaum muslimin seperti: bangunan Sudut Mulia, pusat kajian Imam Syafi’I, dan tiga istana peninggalan Bani Umayah.

Tahap III
Mulai tahun 1970 sampai 1974. Kemudian ditindaklanjuti tahun 1975 hingga 1988. Penggalian mencapai 180 meter dengan kedalaman 11-14 m. Mereka kemudian membangun sebuah sinagog di lokasi penggalian tersebut. Sebagaimana penggalian sebelumnya, tidak satupun situs bersejarah Yahudi yang mereka temukan. Akibat penggalian ini berbagai keretakan pada dinding bangunan yang ada di dalam lokasi Haram Al Syarif.

Tahap IV dan V
Diawali tahun 1973 hingga 1974. penggalian meliputi bagian bawah seluruh tembok sebelah tenggara Mesjid Al Aqsho dengan panjang penggalian 80 m dan kedalaman mencapai 20 m. Ekskavasi ini melewati bagian bawah mesjid Al Aqsho, tiga pintu teras, dan koridor-koridor bagian tenggara. Seluruh pakar sipil menyatakan bahwa situasi bangunan mesjid Al Aqsho menjadi rentan. Menurut perhitungan pakar sipil tersebut, akibat penggalian tersebut, jika terjadi sedikit gempa tektonik yang berkekuatan sedang, maka sudah bisa meruntuhkan bangunan dari sekitar daerah posisi imam sampai ke tengah bagian makmum, bahkan tidak mustahil meruntuhkan seluruh bangunan Al Aqsho.

Tahap VI
Penggalian bermula pada tahun 1977. Merentang dari bagian tengah seluruh sisi tembok timur hingga sudut tembok di sisi timur laut. Sebagai tambahan, pihak Israel juga melakukan pemerataan tanah di areal yang cukup luas pada bagian ini untuk membangun Taman Nasional Israel.

Tahap VII
Ekskavasi ini bertujuan untuk memperdalam galian di sisi tembok al Buraq (barat daya). Ia melewati kolong dari beberapa situs dan bangunan penting di sebelahnya, seperti pelataran kuno Islam, Madrasah Tankiriyyah, perpustakaan al Khalidiyyah, dan tiga puluh lima rumah yang dihuni oleh sekitar 250 warga Palestina

Tahap VIII
Penggalian dimulai 1977 sebagai kelanjutan dari tahap empat dan lima. Meliputi seluruh tembok (sisi dalam) bagian selatan. Akibatnya keretakan di beberapa sisi luar tembok Al Aqsho.

Tahap IX
Ekskavasi dimulai tahun 1981 oleh angkatan bersenjata Israel. Panjang lorong yang digali 25 m lebar 6 m dengan kedalaman sudah mencapai air mancur Qayt Bay. Akibatnya keretakan yang sangat parah di sisi barat, karena seluruh pondasinya sudah melemah. Akhirnya pada tanggal 29 Agustus 1981, Departemen Waqaf Islam memberanikan diri untuk turun tangan dan menghentiikan aksi membabi buta rezim Zionis ini dengan cara mengisi ruang yang kosong tersebut dengan semen. Akan tetapi pada 24 September 1996, dinding ini dijebol kembali.


Dari sembilan tahap penggalian diatas, maka total penggalian mencapai panjang: 435 meter, dengan kedalaman mulai dari 11 m hingga 20 m dan lebar mencapai 6 m. Jumlah ini belum ditambah penggalian-penggalian berikutnya yang mereka lakukan hingga saat ini tanpa pernah berhenti.

(Sumber: buku Rahasia di Balik Penggalian Al-Aqsha, Abu Aiman, Ramala Books, Jakarta, Cetakan III, Pebruari 2008)

Senin, 09 Juni 2008

Save Al Aqha

SAVE AL AQSHO !
Uray Helwan

Ada dua mesjid yang namanya Allah abadikan dalam Al Qur’an. Al Haram di Makkah dan Al Aqsho di Palestina. Ayat yang menyebutkannya adalah: “Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya…” QS. Al Isra:1.
Masjidil Haram, tidak ada satupun kaum muslimin di muka bumi ini yang tidak familiar dengan nama mesjid kiblat kaum muslimin tersebut. Dan tidak hanya itu, kemuliannya, membuat setiap hati muslimin, bahkan meski baru berumur balita sekalipun, terpaut dengannya dan menjadi cita-cita mengakar untuk berkunjung dan melaksanakan ibadah hajj ke sana. Subhanallah..!
Bagaimana dengan Al Aqsho? Penulis pernah mengadakan survey terbatas kepada beberapa kaum muslimin secara acak. Hasilnya mengagetkan, ternyata setidak-tidaknya sepertiga dari responden mengaku tidak tahu di mana Masjid Al Aqsho, meskipun penulis sudah berusaha untuk memancing dengan menyebutkan bahwa mesjid tersebut berkaitan dengan Isra Mi’raj yang biasa diperingati oleh kaum muslimin di Indonesia (dan negeri sekitarnya) setiap bulan Rajab. Padahal ini baru pertanyaan yang paling simple, baru sekedar letak, belum kondisi yang menimpanya, yang setiap saat menghadapi ancaman perobohan dari Zionis Israel. Survei ini memang belum sepenuhnya factual, namun setidaknya menjadi sebuah hipotesa yang harus diuji kebenarnnya dalam penelitian lanjut yang lebih konkrit dan melibatkan responden kaum muslimin yang representative.
Apa sebenarnya yang terjadi dengan Mesjid Al Aqsho? Mengapa ditutupi kondisi yang menimpanya? Siapa yang menginginkan agar hal ini tidak terekspos ke masyarakat dunia (tidak hanya muslimin) ?
Jawaban dari tiga pertanyaan tersebut melibatkan tiga kata: YAHUDI-ZIONISME-BANI ISRAEL. Yahudi dan Bani Israel adalah garis keturunan Nabi Ya’kub yang kemudian digelar dengan sebutan Israil. Sedangkan Zionisme adalah paham Yahudi/Bani Israel yang menghendaki berdirinya sebuah Negara untuk mereka di bumi Palestina.
Yahudi/Zionis Israel yang berusaha menutupi apa yang menimpa Al Aqsho, agar masyarakat dunia tidak mengetahui atas kebiadaban mereka yang setiap saat terjadi terhadap rakyat Palestina dan mesjid Al Aqsho, semenjak masa pendudukannya atas Palestina tahun 1948 hingga sekarang, atau masa berikutnya nanti sampai keinginan mereka tercapai berdirinya Negara Dawud Raya yang wilayahnya seluruh bumi Palestina, dan negeri lain sampai sebagian Madinah. Hingga kini territorial Negara Israel tak pernah baku, setiap saat berubah, tergantung kemampuan mereka ekspansi ke Negara-negara sekitar. Cita-cita berikutnya, adalah membangun kembali Haikal Solomon di atas Mesjid Al Aqsho, yang berarti mereka harus merobohkannya terlebih dahulu.
Nampaknya Yahudi memang sudah berhasil untuk mengalihkan perhatian dunia, termasuk ummat Islam. Kebiadaban mereka terhadap rakyat Palestina tidak pernah menjadi headlines news di negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslimin sekalipun (seperti Indonesia). Kerusakan yang mereka timbulkan terhadap mesjid Al Aqsho dianggap masalah tak seberapa, dibandingkan ledakan di Sari Club dan Padi’s Club di Bali beberapa waktu lalu, yang benar-benar menjadi berita utama di berbagai media massa seantero dunia. Padahal mesjid Al Aqsho adalah salah satu situs dunia yang dilindungi oleh PBB, sementara Sari Club dan Padi’s Club sama sekali tidak.
Untuk lebih jelasnya, Yayasan Al Aqsho Palestina yang dikutip oleh COMES, mengeluarkan data-data peristiwa yang menimpa mesjid Al Aqsho selama kurun waktu 33 tahun (1967-2000) lebih dari seratus insiden pelecehan dan pengrusakan yang melibatkan Yahudi Zionis, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
Pada tanggal 7 Juni 1967, Jendral Mordeghai Ghor di dalam mobil yang dipersenjatai menduduki Masjid Al-Aqsha, kemudian pemerintah Israel, mengambil kunci-kunci pintu bagian barat Masjid Al-Aqsha dan hingga kini belum dikembalikan. Kemudian, pelaksanaan shalat Jum'at di Masjid Al-Aqsha terhalang akibat aktivitas penjajahan Israel. Ini adalah untuk yang pertama kalinya syiar Islam berupa shalat Jum'at tidak terlaksana sejak pembebasan Al-Quds di tangan Shalahuddin Al-Ayyubi tahun 1187 M.
21 Agustus 1969, seorang teroris Yahudi, Danis Dohan, menyerbu halaman masjid dan berhasil mendekati mihrab serta sempat membakarnya. Api menjalar ke beberapa halaman namun penduduk Arab berhasil memadamkannya dan tidak sampai mengenai seluruh halaman masjid. Tanggal 28 Januari 1976, Pengadilan Pusat Israel memutuskan bahwa orang Yahudi mempunyai hak untuk menunaikan upacara ritualnya di dalam masjid.
Pada 14 Agustus 1979, kelompok radikal Yahudi 'Gourson Salmon' berusaha menyerbu masjid, namun penduduk Palestina berhasil menghadangnya dan menggagalkan upaya penyerbuan tersebut. Seorang Yahudi radikal, Maer Kahana, bersama kelompoknya masih terus berupaya menyerbu sekali lagi dengan bantuan aparat kepolisian Israel. Untuk kali ini, ada sekitar 20 ribu penduduk Palestina menghadang niat mereka dan terlibat bentrokan dengan serdadu Israel demi mempertahankan kesucian masjid. Dalam aksi bentrokan tersebut, puluhan warga Palestina ikut terluka.
11 September 1979, polisi Israel melepaskan peluru bertubi-tubi ke arah kaum muslimin, jama'ah shalat yang menyebabkan puluhan jama'ah itu luka-luka.
19 April 1980, para pendeta Yahudi menggelar konferensi umum di Al-Quds (terjajah) dan didalamnya merencanakan untuk menguasai Masjid Al-Aqsha.
7 Mei 1981, 25 orang kelompok radikal Yahudi berusaha masuk ke halam masjid namun upaya itu dihadang para penjaga masjid dan komandan polisi masjid. Orang-orang tersebut masih bertahan di luar pintu barat dan kemudian diikuti kerumunan orang Yahudi lainnya yang membuat gaduh dan menunaikan upacara agama di sana.
28 Agustus 1981, pengumuman tentang ditemukannya terowongan di bawah Masjid Al-Aqsha yang gerbangnya berada di tembok ratapan. Pihak-pihak seperti mantan menteri agama Israel, Aharon Abu Husaerah dan Menhan Israel saat itu, Ariel Sharon meminta agar hal ini dirahasiakan. Beberapa laporan mengatakan bahwa pondasi terowongan dibangun oleh pendeta Israel. Aksi penggalian terowongan di bawah masjid masih tetap berlangsung yang menyebabkan keretakan serius di sejumlah bangunan warisan Islam yang berdempetan dengan masjid.
2 Maret 1982, sekelompok orang-orang Yahudi garis keras yang tinggal di pemukiman Yahudi Keryat Arbu' dengan bersenjatakan senjata api berusaha merangsek masuk ke Masjid Al-Aqsha dari arah pintu tangga setelah sebelumnya melukai para penjaganya. Kemudian pada 8 April 1982, ditemukan sebuah parcel berisikan bom dan surat ancaman di pintu masuk Masjid Al-Aqsha. Bersama bom itu, ditemukan pula alat pengukur waktu dan radio transitor. Sedangkan surat ancaman itu ditanda-tangani oleh kelompok gerakan pendeta Kahana dan penjaga gunung Haikal.
11 April 1982, seorang serdadu Israel bernama Hary Goldman menyerbu Mesjid Al Aqsho, dan melepaskan tembakan 'sembarangan'. Akibatnya, dua penduduk Palestina gugur syahid dan lebih dari 60 lainnya luka-luka. Ulah serdadu Israel ini membuat para penduduk Palestina marah dan terjadi bentrokan sengit di Tepi Barat Jalur Gaza serta memancing reaksi dunia yang marah atas penjajah Israel.
3 April 1983, sekelompok orang yang menamakan dirinya dengan 'penjaga gunung Haikal' menyampaikan seruan untuk mendirikan semacam kumpulan di dalam pintu barat masjid yang dekat halaman tembok ratapan.
16 April 1983, kelompok 'Penjaga gunung Haikal', dengan selebaran yang mereka pasang di tembok-tembok, bertekad masuk ke Masjid Al-Aqsha untuk menunaikan apa yang mereka sebut dengan 'upacara hari raya kemerdekaan'.
13 Mei 1983, kelompok radikal 'Penjaga gunung Haikal' melakukan upacara sembahyang di depan pintu bagian barat dekat Masjid Al-Aqsha. Aksi mereka ini mendapat restu dari Pengadilan Tinggi Israel.
24/ Maret 1984, kelompok radikal yang menamakan dirinya dengan sebutan 'penyelamat masjid' bertekad melakukan upacara sembahyang hari raya paskah dan mempersembahkan sesembahan di halam Masjid Al-Aqsha. TV Israel menyebutkan bahwa gerakan tersebut telah menyampaikan hal itu kepada perdana menteri, mendagri dan agama-agama lain.
04 Agustus 1986, sejumlah pendeta Yahudi mengadakan pertemuan khusus dan hasil akhirnya mengizinkan orang-orang Yahudi menunaikan ritual ibadahnya di Masjid Al-Aqsha. Mereka juga memutuskan untuk membangun sebuah sinagog Yahudi di salah satu halaman masjid suci tersebut. 09 Agustus 1989, untuk pertama kali secara resmi polisi Israel mengizinkan pelaksanaan sembahyang orang-orang Yahudi di pintu Masjid Al-Aqsha.
8 Agustus 1990, pasukan penjajah Israel melakukan pembantaian di dalam masjid, sehingga 22 jama'ah shalat gugur syahid dan lebih dari 200 lainnya luka-luka. 02/04/1992: Sekitar 50 orang berkumpul di pintu masuk masjid dan membawa spanduk yang mengajak kembali membangun Haikal di tempat Masjid Al-Aqsha.
19 Oktober 1990 saat imam masjid terpaksa memundurkan shalat jum'at sejam dari waktu yang semestinya karena pihak Israel mencegat para jama'ah shalat di tengah jalan. 7 Juli 1996, terowongan-terowongan Israel begitu berbahaya yang bisa menyebabkan guncangan di tembok bagian selatan Masjid Al-Aqsha.
4 Juli 1996, kelompok garis keras Yahudi meminta Netanyahu membagi Masjid Al-Aqsha. 4 Oktober 1996, barikade militer ditempatkan di pintu masuk masjid dan pemuda Islam yang usianya di bawah umur 35 tahun dilarang masuk menunaikan shalat di Masjid Al-Aqsha. 28 Januari 1997, penggalian terowongan Israel terus berlangsung di bagian barat daya masjid dengan ketinggian 6-9 meter. 12 Mei 1997, sekelompok garis keras Yahudi yang terdiri dari 12 orang berusaha menyerbu masjid sebelum shalat Dhuhur.
26 Agustus 1998, serdadu Israel menyerbu masjid dan memukuli seorang jama'ah shalat. Pihak pemerintah kolonial Israel menolak menarik serdadunya dan mengancam akan menyerbu lagi. 17 Januari 1999, antan hakim Israel, Menahem Alon, menyerukan membagi masjid dan menganggap bahwa masjid itu adalah Haikal Sulaiman.
24 Januari 1999, sebuah rencana salah seorang aktivis sayap kanan Israel, Dimyan Pakopitch, sesuai pengakuannya sendiri, berhasil diungkap. Rencana tersebut adalah dengan meledakkan Masjid Al-Aqsha hingga rata dengan tanah.
08 Juni 1999, seorang pemukim Yahudi masuk secara sembunyi-sembunyi ke halaman masjid dan melakukan tindakan amoral yang mengotori kesucian masjid. Tindakan itu dilakukan di depan mata polisi Israel namun penjaga masjid berhasil mengeluarkannya. 31 Agustus 1999, rencana Israel untuk menghancurkan istana masa dinasti umayyah yang berada bersebelahan dengan masjid dan perluasan area tembok ratapan untuk yahudisasi lokasi serta merusak simbol-simbol islam, berhasil diungkap.
2 Desember 1999, Ehud Olmert, walikota Al-Quds (sekarang PM Israel) mengeluarkan keputusan melarang pihak waqaf Islam melanjutkan renovasi di mushalla Marwan, komplek Masjid Al-Aqsha.. 10 Desember 1999, pihak pemerintah Israel mengancam memutus aliran air ke waqaf Islam jika masih melanjutkan perenovasian masjid. 11 Januari 2000, Pengadilan Tinggi Israel mengabulkan keberatan kelompok 'Penjaga Gunung Haikal' atas renovasi yang dilakukan di Masjid Al-Aqsha.
Jadi, kepada seluruh kaum muslimin, save Al Aqsha !

Rabu, 09 April 2008

“Politik Islam”, Darimana Asalmu

“…….Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu….”(QS. 5:3)

Carut marut perpolitikan di Indonesia tegangannya tak pernah menurun. Senantiasa hangat. Dan, yang membuat lebih hangat lagi adalah bahwa banyak kekuatan yang ambil bagian dalam kancah ini. Sebut saja, “kekuatan islam”, kekuatan sekuler, dan nasionalis. “Kekuatan islam” pun terbagi pula, ada yang (menurut mereka) fundamentalis, dan ada pula yang moderat. Yang jelas beragam & penuh warna.
Oke baiklah, kami sama sekali tidak akan menjadi pengamat politik dadakan. Kami hanya tertarik terhadap klaim dari banyak pihak yang mengatakan, bahwa mereka adalah partai islam, pejuang politik islam, demokrasi islami, pemimpin (presiden) yang islami, dan bahkan negara islam. Intinya mereka sangat menginginkan islamisasi pada setiap symbol politik, tanpa peduli apakah politik itu islami atau bukan.
Mestinya mereka yang sudah terlanjur beranggapan seperti itu betul-betul memahami dengan penuh keyakinan, bahwa islam punya prinsip keutuhan. Utuh dalam arti:

1. Kita meyakini dan menyikapinya sebagai agama yang telah kamil (sempurna) tanpa ada cacat & cela. Segala aturan yang diperlukan demi kemaslahatan seluruh umat manusia dalam semua aspek hidupnya, telah tecantum didalamnya, tiada yang tertinggal. Dari hal-hal yang terlihat sepele, misalnya tentang bagaimana tata cara masuk dan keluar WC, hingga pada masalah yang paling prinsip dan tidak boleh ditinggalkan sama sekali (contohnya antara lain: kewajiban memiliki Imamul Muslimin, larangan berpecah belah, ketentuan jihad fi sabilillah, dan berbagai macam ibadah mahdhoh). Dalam hal ini Allah berfirman, yang artinya:
“…….Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu….”(QS. 5:3)
“….Tiadalah Kami alpakan sesuatu apapun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Rabblah mereka dihimpunkan”. (QS. 6:38)
“…Dan Kami turunkan kepadamu (Muhammad) Al-Kitab (al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri”. (QS. 16:89)
Oleh karenanya, sampai kapan pun tidak perlu ada penambahan, pengurangan, dan penggantian ajaran islam, apalagi sampai rekonstruksi ulang. Apapun alasannya. Kalau ada yang berfikir perlu peremajaan kembali atau penyesuaian beberapa unsur dalam ajaran islam lantaran ada beberapa hal yang dianggap sudah tidak sesuai dengan jaman, maka mereka sama saja dengan meragukan kesempurnaan islam, yang pada gilirannya berarti menggugat ke-Maha Benar-an Allah,- Naudzubillahi mindzalik - sebab Dia lah yang telah melegitimasi kesempurnaan agama tersebut dengan firman Nya sebagaimana ayat di atas.
Lantas bagaimana sebenarnya Allah memposisikan kita, para penganut islam ini? Jawabannya, tak lebih dari pengamal dan penyampai. Tepatnya mengamalkan apa yang telah Allah gariskan melalui petunjuk Rasul Nya, kemudian menyampaikan seruan, yakni: amar ma’ruf wa nahi munkar (memerintahkan kepada yang baik dan melarang perbuatan jahat).
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada mereka):"Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu,serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa". (QS. 7:171)

“Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas". (QS. 36:17)
Lebih dari itu semua, ternyata selain ia telah lengkap, pun petunjuk hidup yang ditawarkan oleh islam adalah solusi terbaik dari setiap permasalahan kehidupan yang terjadi. Kita tidak akan menemukan petunjuk lain yang sebaik islam. Karena islam adalah agama fithrah manusia sementara selainnya menyelisihi fithrah. Islam, kitab sucinya dipelihara oleh Allah, sementara selainnya penuh dengan kontaminasi kebatilan. Kesimpulannya, perbandingan islam dengan petunjuk hidup yang lain, adalah sebagaimana perbandingan haq dengan batil.
“Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Rabb kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)”. (QS. 10:32).

2. Nah, kalau agama yang diturunkan oleh Allah ini telah sempurna, lengkap, up to date, dan terbaik, adakah alasan untuk menolaknya? Atau menerimanya sebagian-sebagian?. Orang yang memiliki akal fikiran (kemudian dipergunakan sebaik-baiknya) tentu saja ia akan: Utuh menerima. Inilah prinsip keutuhan yang kedua: Utuh menerima dan mengamalkan islam. Dalam bahasa agama, masuk ke dalam islam secara kaaffah (keseluruhan).
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS. 2:208).
Islam ibarat mata rantai yang saling terikat antara satu sama lain. Ia menyatu dan tidak mungkin dipisah-pisahkan. Menolak salah satu ajarannya sama dengan menolak seluruhnya. Mengimani sebagian namun disaat yang sama mengkufuri sebagian yang lain berarti benar-benar menjadi kufur. Keluar sekedar sejengkal dari Al jama’ah (sebutan untuk kelompok al haq dari kaum muslimin) maka akan terlepas ikatan islam dari lehernya. Begitupula keimanan yang situasional, berada di dalam islam hanya di “pinggir-pinggir”, bila ada yang menyenangkan hatinya ia tetap “beriman”, namun jika ada ujian secepat kilat ia keluar dari barisan keimanan. Seperti itulah cara orang-orang munafiq mengimani dan menyembah Allah.
Berikut ini beberapa ayat-ayat Allah dan hadits Rasulullah yang menjelaskan tentang keimanan tidak utuh sebagaimana yang disebutkan di atas:
“Sesungguhnya orang-orang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan:"Kami beriman kepada yang sebahagian dan kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (QS. 4:150-151)
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi;maka jika memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata”. (QS. 22:11)
“Maka barang siapa yang keluar dari Al jama’ah walau kadar sejengkal maka terlepas ikatan islam dari lehernya, hingga ia kembali”. (HR. Ahmad).
Masih dalam konteks ini, tidak berbeda halnya dengan amal-amal islami, yang antara lain seperti sholat, zakat, shoum, hajj, dan lain sebagainya. Semuanya dituntut untuk dilaksanakan dengan sempurna. Contoh salah satunya adalah sholat yang harus mencakup: kekhusyuan, kaifiyatnya sesuai dengan contoh Rasulullah, niat yang ikhlas, dan tepat waktu. Sebaliknya jika ia dilaksanakan dengan tidak utuh (riya, tidak khusyu, dan lalai waktu) maka nilainya menjadi cacat, seperti sholatnya orang-orang munafik yang boro-boro diganjar pahala, justru neraka wail balasannya. Naudzubillahi mindzalik.
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali”. (QS. 4:142)
“Maka kecelakaanlah (neraka Wail) bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya”. (QS. 107:4-5).

3. Utuh menjadikan Allah ‘Azza Wa Jalla sebagai satu-satunya Ilah dan Robb, dengan segala konsekuensinya. Sebagaimana yang terangkum dalam kalimat tauhidullah: La ilaaha illallah (tiada ilah melainkan Allah).
Inilah sebenarnya inti dari benar tidaknya agama seorang hamba. Ini pulalah yang menjiwai aplikasi setiap ajaran agama. Ia ibarat akar dari seluruh cabang-cabang syariat. Apabila kalimat tersebut kokoh bersemayam di dalam dada seorang muslim insya Allah menjadi jaminan baginya bahwa ia telah shodiq beragama. Sebaliknya, jika rapuh, pasti agamanya goyah bahkan roboh. Terdapat beberapa ayat Al quran yang berkenaan dengan masalah ini, yakni QS. Ibrahim ayat 24-27, menurut Tafsir Jalalain, yang dimaksud kalimat “Thoyyibah” pada ayat tersebut adalah : Laa ilaaha illallah.
“Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya.Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dala kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki”. (QS. 14:24-27)

Dia-lah Allah Yang tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan,Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik.Bertasbih Kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi.Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 59:23-24)

Utuh menjadikan Allah Subhanahu Wata’ala sebagai satu-satunya Zat yang disembah adalah ketika kita mengimani seluruh asma dan sifatNya. Iman di sini dalam arti yang sebenarnya dengan segala tuntutannya. Keyakinan dan penghayatan terhadap semua keagungan Al Asmaul Husna terajut dengan indah dalam tataran aqidah kita tanpa ada penolakan walau sebesar zarrah sekalipun. Kita meyakini bahwa Ia adalah Ar Razzaq (Maha pemberi Rezeki), artinya seluruh rezeki yang dinikmati setiap makhluq pasti berasal dari Nya. Begipula, Ia adalah Al ‘Aly (Yang Maha Tinggi), Al Muhyi wal Mumit (Yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan), Al Khaliq (Yang Maha Pencipta), Al Hay (Yang Maha Hidup), Al Haq (Yang Maha Pasti/Benar), Al Muhaimin (Yang Maha Memelihara) dan seterusnya.
Sebaliknya, ketidak utuhan keimanan terhadap salah satu Asma dan Sifat tersebut adalah bentuk penyekutuan (syirik) kepada Nya. Sebagaimana yang Allah abadikan dalam Al Quran, beberapa orang hamba Nya menolak ke-Maha-an Nya. Fir’aun mengklaim bahwa dirinyalah Tuhan yang paling Tinggi (QS. 79:24), ini sama saja dengan menolak asma Allah Al ‘Aly. Qorun, mengatakan bahwa tidaklah harta datang kepadanya melainkan karena kepandaianya (QS. 28:78), ini sama dengan menolak asma Allah Ar Razzaq (Maha Pemberi Rezeki). Raja Namrudz mengatakan kepada nabi Ibrahim, bahwa ia dapat menghidupkan dan mematikan (QS. 2: 258), ini berarti menolak asma Allah Al Muhyi wal Mumit. Begitupula, prilaku orang-orang musyrik yang memecah belah agama menjadi bergolong-golongan dan saling membanggakan golongan mereka (QS. 30:31-32), ini tidak berbeda dengan mereka yang menolak asma Allah Al Muhaimin (Maha Pengatur). Orang-orang yang Allah sebut sebagai kafir, zalim dan fasik karena mereka tidak memutuskan menurut apa yang telah diturunkan oleh Allah (QS. 5:44,45 & 47), mereka pada hakikatnya tidak mengimani asma Allah Al Hakim (Yang Maha Memutuskan). Masih dalam konteks ini, beberapa riwayat menyebutkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang keras orang-orang yang meratapi mayat, sampai menangis meraung-raung, memukul-mukul wajah, dan merobek-robek pakaian. Penegasan dari Beliau ini sangat penting, karena semua perilaku tersebut menunjukkan ketidak imanan kepada Allah, bahwa Ia Maha berKehendak (Al Qadir).
Masih banyak ayat-ayat Al Quran, hadits Rasulullah, maupun tarikh yang berkaitan dengan masalah ini. Intinya, keutuhan keimanan kepada Allah dengan seluruh Asma dan Sifat Nya adalah mutlak bagi eksistensi aqidah seorang hamba. Sekali lagi ini mutlak utuh.
Allah, tiada Ilah Yang disembah kecuali Dia, Rabb Yang mempunyai'Arsy
yang besar". (QS. 27:26)
***

Begitulah 3 prinsip keutuhan yang seharusnya dimiliki oleh setiap muslim, demi mempertahankan kemurnian agama mereka.
Lantas apa sebenarnya relevansi semua ini dengan “politik islam” sebagaimana judul tulisan yang tercantum di atas ?
Relevansinya adalah, bahwa ternyata landasan pemikiran “politik islam” tidak mengakar pada prinsip keutuhan ini. Bahkan ia sebenarnya telah lahir dan tumbuh subur dari pemahaman yang setengah-setengah atau sepotong-potong. Sebagai contoh, mereka memandang dalam literatur islam diketemukan ada semacam konsep yang memuat mekanisme pemerintahan, kekuasaan, dan perundang-undangan maka ini adalah substansi politik yang menjadi dasar penegakan pengembangan system politik dalam islam. Contoh lainnya, mereka juga menemukan ada substansi demokrasi. Maksudnya ada sesuatu yang mirip dengan proses demokrasi, seperti ada kebebasan mengeluarkan pendapat, serta adanya proses peradilan bagi sang pemimpin tertinggi, maka serta merta mereka mengklaim demokrasi adalah islam atau demokrasi islami. Ketika mereka melihat dalam lintasan sejarah islam, pada masa Rasulullah, diketemukan adanya seorang pemimpin (yakni Rasulullah, dilanjutkan para kholifah), kemudian ada rakyat (umat islam) yang dipimpin, serta ada territorial Madinah, ada perjanjian kaum muslimin dan pihak Yahudi, maka spontanitas mereka mengatakan ini adalah konsep negara, lantas kemudian popular istilah Negara/Daulah Islam Madinah. Berikutnya, tatkala mereka menemukan bahwa ternyata para kholifah pengganti kepemimpinan Rasulullah, adalah orang-orang suci (al muqaddas) yang “memerintah” atas nama Allah, maka serta merta mereka memutuskan bahwa model “pemerintahan islam” adalah Teokrasi. Begitupula halnya, ketika mereka melihat ada “partai” Anshor dan ada “partai” Muhajirin pada masa Rasulullah, maka dapat ditebak, mereka pun mengklaim system partai ada sunnah dari para shahabat. Atau masih dalam konteks ini, banyak pula yang dengan penuh keyakinan memahami bahwa islam adalah agama yang telah sempurna dan universal oleh karenanya sebagai wujud dari kesempurnaannya ia pun harus memuat sendi-sendi politik, karena politik saat ini adalah tuntutan jaman. Perjuangan li I’la kalimatillah tidak mungkin dilakukan melainkan harus ditunjang dengan system politik. Sebagai implementasinya, maka direkomendasikanlah kalimat penegasan oleh para intelektual muslim: La budda illa bi hizbin (tidak boleh tidak melainkan dengan partai). Dan “partai Islam” pun lahir. Ada lagi yang lain. Yakni mereka yang selembe mengatakan bahwa politik hanyalah suatu cara atau metode belaka. Ia sangat tergantung kepada siapa yang memerankan. Apabila orang yang berperan baik, tujuannya pun baik maka politik akan menjadi baik. Begitupula sebaliknya.
Berbagai argumentasi di atas baru sekelumit, masih banyak alasan-alasan lain yang akan terus kita dengar dari mereka yang terlanjur menjadikan system politik (dengan segala bentuknya) sebagai manhaj perjuangan penegakan islam. Dan pemahaman seperti tersebut di atas sudah sangat meluas. Bahkan tidak berlebihan kalau kami katakan mayoritas dari kaum muslimin berpendapat demikian.
Namun tentu saja kita tidak boleh gegabah dalam hal ini. Bukan berarti banyaknya alasan dari mayoritas muslimin tersebut mengharuskan kita untuk membenarkan mereka, karena kebenaran mutlak milik Allah. Kebenaran absolute berdasarkan pada standar yang telah Allah tetapkan. Kebenaran sama sekali tidak berkaitan dengan banyak atau sedikit orang yang berpihak kepadanya. Bahkan biasanya kebenaran Ilahi menunjukkan jumlah yang sedikit, sebaliknya hati-hati dengan banyaknya jumlah, biasanya justru batil dan menyesatkan, seperti yang disebutkan pada ayat-ayat berikut ini:
“Alif laam miim raa.Ini adalah ayat-ayat Al-Kitab (al-Qur'an).Dan kitab yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu itu adalah benar; akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya)”. (QS. 13:1)
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan-Nya……” (QS. 6:116)
“Dan mereka berkata:"Hati kami tertutup". Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman”. (QS. 2:88)
Semestinya terhadap pelbagai alasan yang dikemukakan di atas dijawab satu-persatu, namun selain karena keterbatasan ruang pada kolom ini, kami juga melihat sebenarnya ada benang merah yang menghubungkan seluruh alasan-alasan di atas. Yakni ternyata semuanya alasan tersebut tidak ditegakkan melainkan atas dasar persangkaan belaka. Mereka hanya mengira-ngira, dan memungut sinyal-sinyal samar yang dirasakan tepat menjustifikasikan keberadaan politik islam. Padahal ini jelas keliru. Selamanya persangkaan tidak punya kapasitas untuk menentukan kebenaran.
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (QS. 10:36)
Pada kenyataannya, tidak ada dasar yang jelas dan tegas yang dapat dinukil dari dalam Al Quran dan As Sunnah untuk dijadikan hujjah dalam masalah ini. Yang ada, malah sebaliknya, berbagai hujjah yang memberikan petunjuk kepada kita untuk kembali kepada Allah dan Rasul Nya, tinggalkan tata cara perjuangan politik dalam islam.

1. Setiap konsep Politik dimasa kapan pun harus dikaitkan dengan sejarah pencetusannya pertama kali, yakni oleh pemikir-pemikir Yunani (Plato dan Aristoteles), yang masanya jauh sebelum islam. Bagi muslimin, jelas sangat tidak layak untuk mengadopsi konsep Plato cs untuk dijadikan manhaj perjuangan.

2. Kata politik, jika dianalogikan ke dalam bahasa Arab, adalah berasal dari kata Assiyasah (Assiyasah Asysyar’iyyah / politik keagamaan, dicetuskan oleh Ibnu Taymiyah). Menurut Quraisy Shihab, kata Assiyasah berasal dari akar kata sasa-yasusu (berarti: mengemudi, mengendalikan). Ternyata dalam al quran tidak diketemukan kata yang terbentuk dari akar kata tersebut.

3. Kata Dawlah (berarti Negara), Dustur dan Qanun (perundang-undangan), yang merupakan wujud nyata system politik, ternyata tidak dapat diketemukan kalimatnya dalam Al Quran, as sunnah, bahkan dalam bahasa Arab klasik sekalipun.

4. Dimulainya system politik dalam lintasan sejarah kaum muslimin berarti dimulainya masa yang penuh dengan gumpalan fitnah. Berbagai tindak kezaliman (pembunuhan sesama muslimin, penyelewengan syari’at, ashobiyah, dll) terjadi tiada henti. Sistem politik yang dimaksud di sini adalah, dengan berdirinya kekuasaan Bani Umayyah, tahun 41 H/ 662 M dan dilanjutkan dinasti-dinasti berikutnya. Adapun masa dari Rasulullah, Abu Bakar hingga Aly bin Abi Thalib adalah masa kepemimpinan yang berpijak pada wahyu Allah (masa An Nubuwwah dan Khilafah ‘ala minhaajin Nubuwwah).

5. Kehidupan muslimin semakin tenggelam dalam lautan fitnah semenjak runtuhnya kekuasaan Turki Utsmani (juga kekuasaan politik) tahun 1924. Krisis multi dimensi melanda seluruh pelosok kaum muslimin. Pola perjuangan politik semakin menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka. Timbulnya nasionalisme, berbagai partai, negara-negara islam, kerajaan-kerajaan islam, dan kelompok-kelompok lainnya. Inilah masa tafarruq.

6. Bersihnya pola perjuangan islam dari politik bukan berarti islam tidak memiliki system kepemimpinan dan kemasyarakatan yang dapat mengakomodir seluruh kaum muslimin. Bahkan sebaliknya, inilah system terbaik yang pernah ada di muka bumi. Yang dijamin oleh Allah kesempurnaannya, menjadi kekuatan bagi mereka, melindungi mereka dari seluruh fitnah dunia,menjadi syarat kesempurnaan ibadah, dan akhirnya mampu mengantarkan mereka pada keridhoan Alla dunia dan akhirat. Pola yang dimaksud adalah : “Khilafah ‘ala minhaajin Nubuwwah” (kepemimpinan yang berada di atas jejak kenabian), dengan hanya satu pemimpin (Kholifah) untuk seluruh dunia dan satu wadah jama’ah, yakni Jama’ah Muslimin (berdasarkan hadits Rasulullah, HR. Ahmad, Bukhar dan Muslim).
Wallahu a’lam bish showwab. iR

Perpecahan, selamanya NO !

Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berpecah belah dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, (QS. 3:105)


Peluang untuk berpecah belah bagi umat ini (islam), sebenarnya telah Allah tutup rapat-rapat. Mulai dari larangan dan celaan terhadap berpecah belah yang Allah tegaskan dalam banyak ayat al quran, hingga keniscayaan kaum muslimin yang Allah satukan dalam semua hal prinsip. Mereka disatukan dalam penyembahan kepada Rabb yang sama, berpedoman pada kitab yang sama, memiliki Nabi yang sama, kiblat yang sama, syari’at yang sama, disebut dengan nama yang sama, dan sejarah yang sama. Itu semua supaya tidak ada celah lagi bagi mereka (kaum muslimin) untuk berpecah belah.
Apa sebenarnya perpecahan itu?
Tentu saja kita harus terlebih dahulu sedikit banyak mafhum apa itu perpecahan, serta berbagai hal yang berkaitan dengannya, sebelum lebih jauh membahasnya.
Dalam Al Quran dan literature as sunnah kata yang membentuk makna perpecahan lebih banyak berasal dari kata fa-ro-qo, yang menurut kamus Al Bisri memiliki arti: Memisahkan, membedakan dan membelah. Begitupula kata Iftaroqo (-al qoum): Berpisah-pisah, bercerai berai; dan Al Farqu, yakni ikhtilaf yang berarti perbedaan.
Sesuai dengan kata dasar fa-ro-qo sebagaimana diatas, kata-kata bentukan dari kata dasar tersebut dalam al quran maupun as sunnah memiliki penjelasan makna yang selaras. Ada benang merah yang menghubungkannya antara satu dengan lainnya, yakni: Berselisih, bercerai berai, dan kelompok kebatilan. Untuk lebih lengkapnya, di bawah ini dketengahkan tiga penjelasan:
1. Tafsir Maroghiy (Juz VII, hal 45) menafsirkan kata Faroqo dinahum (QS. 30:32): Mereka berselisih dalam hal penyembahan (kepada Allah), karena perbedaan hawa nafsu mereka.
2. Shahabat Aly bin Abi Thalib, mendefenisikan Al furqoh (perpecahan) adalah berkumpulnya ahlul bathil sekalipun mereka banyak (Hamisy Musnad Ahmad bin Hambal:I/109).
3. Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa kalimat Innalladziina farroqu dinahum (Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya, QS. 6:159) adalah : “Oleh sebab mereka bercerai-berai di dalamnya, yaitu mereka mengambil sebagian peraturannya dan meninggalkan sebagian yang lain”. Kemudian kalimat: wa kaanuu syiya’a (dan mereka menjadi bergolong-golongan) ditafsirkan dengan: “Menjadi bersekte-sekte dalam masalah agama. Mereka berpecah belah, dan meninggalkan agamanya yang harus mereka peluk. Mereka adalah orang Yahudi dan Nashrani. (Terj. Tafs. Jalalain, Jilid I, Hal.608).

Begitulah, tiga penjelasan di atas insya Allah memberikan gambaran yang kuat tentang defenisi dari Perpecahan (Tafarruq). Namun demikian tetap diperlukan pengenalan lebih jauh terhadap masalah ini. Mengingat, sepertinya wujud Tafarruq saat ini sudah bermetastasis (menyebar luas) dan bermetamorfosis (dalam wujud yang baru), lantaran kemasan kemaksiyatan dan kebatilan secara umum yang kian “professional”. Akan tetapi kita tidak perlu khawatir. Deteksi tafarruq tidak akan kehilangan jejak. Karena Allah, dengan sangat gamblang memaparkan ciri, bentuk, penyebab, dan akibat tafarruq dalam alquran. Begitupula Rasulullah telah memberikan gambaran teknis yang sangat akurat, termasuk situasi fitnah tafarruq yang menimpa muslimin akhir zaman. Berikut ini adalah berbagai penjelasan yang berkaitan tentangnya:

Larangan berpecah belah dalam menegakkan ad dien adalah wasiyat Allah kepada para Nabi. “Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya …….” QS. 42:13
Allah melarang kaum mu’minin agar jangan sampai mereka menyerupai umat terdahulu yang berpecah belah setelah datang keterangan yang jelas terhadap mereka. “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”, (QS. 3:105)

Perpecahan adalah prilaku orang yang menyekutukan Allah. “… dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan.Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”. (QS. 30:31-32)

Memecah belah agama sehingga bergolong-golongan, yang setiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka, adalah kesesatan. “Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu”. (QS. 23:54)

Kaum muslimin akan terpecah menjadi 73 golongan (firqoh), hanya satu yang menjadi jalan ke Jannah. “Ingatlah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari ahli kitab itu berpecah belah menjadi 72 golongan. Dan sesungguhnya umat ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan, yang 72 di dalam neraka, sedang yang satu di dalam syurga, yaitu al jama’ah. Dan sesungguhnya akan ada dari umatku beberapa kaum yang dijangkiti oleh hawa nafsu sebagaimana menjalarnya penyakit anjing gila dengan orang yang dijangkitinya, tidak tinggal satu urat dan sendi ruas tulangnya, melainkan dijangkitinya” Hadits Rasulullah riwayat Abu Dawud, dan Ahmad, dari Muawiyah bin Abu Sofyan)

Tinggalkan seluruh firqoh (golongan) jika tidak ditemukan Al Jama’ah. “……Aku (Hudzaifah bin Yaman, pen.) bertanya: Jika tidak ada bagi mereka Jama’ah dan Imam? Rasulullah bersabda: Hendaknya engkau menjauhi firqoh-firqoh itu semuanya, walaupun engkau sampai menggigit akar kayu hingga kematian menjumpaimu, engkau tetap demikian” HR. Bukhari & Muslim.

Kondisi perpecahan adalah bagian dari ‘azab Allah. “Al Jama’ah itu rahmah, dan firqoh (perpecahan) itu adalah ‘azab” Hadits Rasulullah riwayat Ahmad dari Nu’man bin Basyir.

Dalam lintasan sejarah, perselisihan dan perpecahan di kalangan umat islam sebenarnya telah dimulai jauh sebelum masa sekarang ini, tepatnya pada kekholifahan Utsman bin ‘Affan. Ada beberapa penyebab, diantaranya adalah:
1. Kualitas iman sebagian kaum muslimin sudah mulai terkontaminasi oleh penyakit al wahn (cinta dunia dan takut mati), sehingga ukhuwwah diantara mereka mudah terprovokasi oleh pihak luar yang sengaja ingin menghancurkan islam dari dalam.
2. Perilaku tidak thoat dan tidak shobar terhadap kekholifahan Utsman di kalangan sebagian kaum muslimin yang mencetuskan berbagai pemberontakan.
3. Figur sentral fitnah Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang berpura-pura masuk islam dan bekerja keras memecah belah umat islam dengan menghembuskan angin fitnah terhadap Kholifah, kaum muslimin bahkan ajaran islam. Hasilnya, muslimin kualitas rendah terpengaruh kemudian melancarkan gerakan pengkhianatan terhadap kholifah, begitupula timbulnya sekte lain yang keluar dari jalur islam (yakni Syi’ah).

Sungguh sangat menyesakkan dada akibat yang ditimbulkan oleh perselisihan dan perpecahan tersebut. Harga mahal yang harus dibayar adalah:
1. Syahidnya Kholifah Utsman bin ‘Affan ditangan pemberontak
2. Syahidnya Kholifah ‘Aly bin Abi Thalib (pengganti Utsman) di tangan orang suruhan golongan Khowarij
3. Bergesernya pola kepemimpinan kaum muslimin dari Khilafah ‘ala min haajin Nubuwwah (Kepemimpinan yang mengikuti jejak kenabian, yakni dari Abu Bakar hingga Ali) kepada pola kepemimpinan Mulkan (Kerajaan/Dinasti)
Selanjutnya, setelah tiga hal diatas, betul-betul masa fitnah dengan ditandai berbagai pembunuhan antar sesama muslim, penyimpangan akidah, perampasan hak, penyelewangan baitul maal, penganiayaan, dan lain sebagainya. Inilah kenyataan pahit, namun itulah Kehendak Allah yang telah terjadi. Relevan dengan masalah ini terdapat sebuah hadits Rasulullah: Dari Nu’man bin Basyir dari Hudzaifah, berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Adalah masa kenabian (an nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang mengikuti jejak kenabian (khilafah ‘ala min haajin nubuwwah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa kerajaan yang menggigit (Mulkan ‘Adhon), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyyah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Iatelah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang mengikuti jejak kenabian (khilafah ‘ala min haajin nubuwwah). Kemudian beliau diam”. HR. Ahmad dan Baihaqi.
Perselisihan dan perpecahan terus berlangsung. Pada masa-masa berikutnya umat islam malah terkotak-kotak dalam bingkai ashobiyah kesukuan, nasionalisme, golongan-golongan, partai, paham-paham, dan berbagai fikrah. Mereka menjadi sesuatu yang lain, yakni hidup tidak terpimpin, dan tidak menyatu. Mereka telah keluar dari fitrah penegakan dien islam, kemudian hidup dalam kungkungan system yang merongrong akidah, ukhuwwah, ibadah dan akhlaq. Begitulah yang terjadi hingga saat ini.
Bagaimana solusinya ?

a. “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa”. (QS. 6:153)
b. Agar ditunjukkan oleh Allah kepada jalan yang lurus, adalah dengan cara berpegang teguh kepada agama Allah. Firma Allah: “Bagaimana kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (QS. 3:101)
c. Berpegang teguh kepada tali agama Allah adalah dengan cara biljama’ah, yakni hidup dalam satu kesaytuan muslimin yang dipimpin oleh seorang imam dalam wadah Jama’atul Muslimin (QS. 3:103, dan HSR. Bukhari Muslim)

Jadilah Pemaaf

Sebelum hijrah ke Madinah, adalah perjalanan dakwah yang sangat menyedihkan. Rasulullah dan para shahabat betul-betul menjadi bulan-bulanan penyiksaan orang-orang musyrikin Makkah. Shahabat Yasir sekeluarga mengalami siksaan yang amat kejam hingga syahid terjadi didepan mata Beliau. Diseret di panas teriknya padang pasir, ditombak, dijemur telentang, ditindih dengan batu besar, ditenggelamkan di dalam kubangan. Begitu pula yang dialami oleh Bilal bin Rabah, Khabbab bin Al ‘Art, Mushab bin ‘Umair, Abudzar Al Ghifar, dan lain-lain. Bahkan pribadi Beliau sendiri tidak luput dari perbuatan kejam kafir Quraisy.
Karenanya, kalau sekiranya perbuatan balas dendam diperbolehkan dalam islam, maka sepertinya beliau dan para sahabat lah yang paling pantas untuk melakukannya. Lantaran mengalami kekejaman yang teramat sangat itu.
Namun Rasulullah, Muhammad Saw adalah manusia yang paling mulia yang pernah Allah utus menjadi Nabi. Kasih sayang beliau sungguh teramat besar, sehingga jauh melebihi rasa ingin membalas setimpal kejahatan yang terjadi. Allah mengabadikan keindahan kasih sayang beliau ini dalam Al Quran:
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah :"Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Ilah selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Rabb yang memiliki 'Arsy yang agung". (QS. 9: 128-129)
Lantas apakah yang dilakukan oleh Beliau kepada orang-orang Makkah tersebut disaat mampu membalas kekejaman mereka, yakni ketika Fathul Makkah (Pembebasan kota Makkah)? Disebutkan dalam Fiqhus Sirah:
Tidak lama setelah itu kota Makkah tenang kembali, tokoh-tokoh Makkah dan para pengikutnya menyerah tanpa syarat. Rasulullah menuju Baitullah. Setelah thawaf Beliau menghancurkan berhala-berhala dan patung-patung yang ada di sekitar Ka’bah. Kemudian Beliau mengarahkan pandangan kepada orang-orang Quraisy yang berdiri dalam beberapa barisan menunggu keputusan Beliau mengenai nasib mereka. Beliau bersabda: “Tiada Tuhan selain Allah, yang telah memenuhi janji Nya, telah menolong hamba Nya, dan telah pula mengalahkan pasukan Ahzab”. Setelah itu Beliau bertanya: “Hai Orang-orang Quraisy, menurut pendapat kalian, tindakan apakah yang hendak kuambil terhadap kalian?” Mereka menyahut serentak: “Tentu yang baik-baik! Hai saudara yang mulia dan putra saudara yang mulia”. Beliau lalu bersabda: “Kukatakan kepada kalian apa yang dahulu pernah dikatakan oleh Nabi Yusuf kepada saudara-saudaranya: Tidak ada hukuman apa pun terhadap kalian. Pergilah kalian semua! Kalian semua bebas!”. (Sirah Ibnu Hisyam, dikutip oleh Muhammad Al Gazali).
Tidak hanya itu, diantara 15 orang yang diancam hukuman bunuh lantaran permusuhan yang sudah melampaui batas terhadap islam, hanya 5 orang yang benar-benar dieksekusi. Selebihnya, sepuluh orang, dimaafkan. Yang lima orang itu pun karena mereka tetap ‘istiqomah’ memusuhi islam dan membenci pribadi Rasulullah, walaupun telah diberi kesempatan untuk mendapatkan pengampunan.
Nah, mengapa harus memelihara sifat dendam? Jadilah pemaaf mulai sekarang. “Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”. (QS. 7:199)