Selamat berkunjung ke blog helwanpunya..............

Alhamdulillah, adalah suatu kehormatan anda bersedia berkunjung ke blog ini. terus terang saja, blog ini diharapkan untuk menghimpun para blogger yang mungkin perlu informasi banyak tentang mesjid Al Aqsho dan kebiadaban Yahudi Zionis. Insya Allah kami selama berusaha untuk senantiasa tidak ketinggalan terhadap perkembangan mengenai mesjid Al Aqsho tersebut. Nah...teman-teman inilah blog helwanpunya, atau untuk jalin komunikasi bisa hubungi email saya : helwan1428@yahoo.co.id

Alhamdulillah, dapat juga kita bikin kayak gini. Bagi saya ini adalah hal yang baru, namun berkat ada teman yang kasih info, n bakar semangat, kemudian sedikit bimbingan, trus jadi blog sederhana ini. Rencana saya, ini mudah-mudahan bisa dijadikan media silaturahim, trus tukar pikiran, adu pendapat, sharing info, sarana dakwah dunia maya dan yang terpenting untuk tasyakur kepada Allah Subhanahu Wata'ala.Teman-teman sesama blogger, saya sekarang lagi intens terhadap masalah mesjid Al Aqsho.Bagi kaum muslimin sedunia, mesjid ini adalah situs yang sangat sarat makna-makna historis keislaman dan mengandung keuniversalitasan islam. namun sayangnya, saat ini mesjid Al Aqsho dalam genggaman kolonialisme Yahudi Zionis Israel. So...para blogger, terutama yang peduli betapa beharganya nilai sejarah dan mulianya darah manusia, yuuk kita bantu perjuangan pembebasan mesjid Al Aqsho dan kemerdekaan rakyat Palestina. Kita punya pikiran, kedua tangan, kedua kaki, sedikit harta, dan yang terpenting hati tulus yang senantiasa mendoakan.

Rabu, 09 April 2008

“…….maka kembalilah kepada Allah”

Bencana berdatangan silih berganti. Kebakaran, banjir, gempa bumi, badai, tanah longsor, kemarau, dan seterusnya. Apakah ia terjadi berkorelasi positif dengan akhlak manusia yang semakin tidak beradab? Tentu saja. Maraknya pencurian hingga perampokan, korupsi, pembunuhan, pembantaian, pemerkosaan atau perzinahan, dan lain-lain, adalah buktinya. Ironis memang. Justru kerusakan dipelopori oleh makhluk yang bahkan dicipta untuk menjadi sponsor kebaikan dan perdamaian. Akan tetapi itulah manusia.
Sebenarnya isyarat bahwa manusia identik dengan problem kerusakan di muka bumi sudah terlihat ketika ia baru akan dicipta, dan diungkapkan oleh Allah kepada para malaikat.
“Dan (ingatlah) ketika Allah telah berfirman kepada para malaikat: “Aku akan menjadkan khalifah di bumi”. Mereka (para malaikat) lalu berkata: Apakah Engkau akan menjadikan makhluq yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami selalu mensucikan-Mu dengan memuji-Mu serta memuliakan-Mu?”. Allah berfirman: “Aku mengetahui apa-apa yang tidak kalian ketahui”. (QS.2:30).
Kerusakan dan pertumpahan darah yang disinyalir para malaikat benar-benar telah terjadi. Bahkan sudah dimulai disaat dunia baru ‘seumur jagung’. Ketika Qobil, putra Adam ‘alahisallam, menumpahkan darah saudaranya sendiri, Habil. Hingga sekarang dosa rintisan Qobil ini sepertinya akan terus berlangsung, dengan kwantitas dan kwalitas yang cenderung meningkat. Apakah manusia harus senantiasa identik dengan kerusakan dan pertumpahan darah? Jawabannya adalah “tidak” apabila ia senantiasa mengikuti seruan fithrah dirinya yang telah Allah ilhamkan kepadanya melalui potensi ketaqwaan. Potensi yang pasti akan bersenyawa dengan jalan dan aturan Allah demi mengaplikasikan akhlaq karimah dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam. Itulah jalan yang lurus. Kalau sudah demikian, bukan hanya sekedar terhindar dari prilaku merusak dan menumpahkan darah bahkan mereka bisa menjadi makhluq kesayangan Allah yang derajat kemuliaannya melebihi makhluq lainnya termasuk malaikat sekalipun.
Atau jawabannya bisa : “ya”, bila mereka memperturutkan hawa nafsunya. Tunduk patuh pada potensi fujur (fasik) -juga diilhamkan kepadanya, hanya sebagai ujian-, menghambakan diri kepadanya. Terparah sampai pada tingkat me-Tuhan-kan hawa nafsu. Yakni dengan menyerahkan semua loyalitas dan pengabdian untuk eksistensi hawa nafsu belaka. Segala rasa cinta, benci, sedih senang, bahagia, sengsara, untung-rugi, ditakar dengan standar hawa nafsu. Akhirnya tidak ada kebenaran yang hakiki, semuanya serba semu dan relatif. Setiap orang punya aturan dan cara tersendiri untuk menentukan benar atau salah, diikuti atau ditinggalkan. Disebutkan dalam Al Qur’an:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Alah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan mengadakan tutupan atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat)?. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” QS. 45:23
Kondisi seperti ini yang mengakibatkan terjadinya berbagai kerusakan di muka bumi serta pertumpahan darah, sebagaimana yang disebut di atas. Hanya saja, anehnya justru jejak ini yang paling banyak diminati bahkan dijadikan trendy dari zaman ke zaman. Oleh karena itu pantas kalau kemudian Allah mengkarakterkan manusia sebagai makhluq yang amat ingkar, zalim, bodoh, tidak pandai bersyukur, kikir, dan lain sebagainya. Bagaimana tidak, tiada yang diberikan dan disediakan untuk manusia oleh Allah melainkan kebaikan belaka, sebagai bentuk kesempurnaan kasih sayang-Nya. Allah memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian melanjutkan penciptaan keturunannya dari sari pati air yang hina (Nuthfah/sperma). Lantas Ia menjaga proses ‘kejadiannya’ dalam ruang yang kokoh (uterus/rahim) sedemikian rupa, dengan berbagai mekanisme pertumbuhan dan perkembangan. Padahal pada fase ini manusia belum ada apa-apanya, ia baru sebentuk gumpalan yang sangat sensitive dan rawan. Hanya sekedar goncangan dan benturan kecil bisa menghentikan pertumbuhannya, lalu mati. Namun Allah menyelimuti dengan fasilitas perlindungan yang sempurna, sampai ia terlahir ke dunia, ia telah dinanti berjuta sarana hidup yang akan memelihara keberlangsungannya, memudahkan gerak perjalanannya. Tanah yang menumbuhkan beragam tanaman sebagai salah satu unsur terpenting dari zat makanan, kemudian komposisi udara yang ideal pembentuk pernafasan, cahaya matahari sebagai sumber energi, air syarat mutlak kehidupan, binatang, awan, sirkulasi hujan, gunung-gunung, hutan, sungai, danau, laut bahkan sampai struktur alam yang lebih makro: matahari ‘dan kawan- kawan’, atau dimensi kehidupan mikro: mikroba, bakteri, virus, jamur, sel, dan lain-ain, semuanya bahu membahu memfasilitasi kehidupan manusia dan memberikan kenyamanan kepadanya. Mereka memang sengaja ditundukkan untuk kebutuhan manusia.
“Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki bagimu, dan Dia menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari ni’mat” QS. Ibrahim:32-34
Dan yang paling penting serta terbesar dari pada semua kebaikan Allah di atas adalah: Kenikmatan petunjuk menuju jalan yang diridhoi-Nya melalui diutusnya para nabi serta diturunkannya Al Kitab, firman-Nya.
Kemudian apa balasan manusia terhadap tebaran kenikmatan yang Allah hamparkan tersebut? Apakah mereka bertambah tunduk dan bersyukur? Mestinya demikian. Namun kenyataan berbicara lain. “….. amat sedikit kamu yang bersyukur” (QS.32:9). “……akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS.30:30). Kebaikan dan kenikmatan yang turun dari Allah kepada manusia, kejahatan dan kedurhakaan yang naik kepada Allah dari manusia. Sekali lagi, pantas sekali kalau kemudian Allah menyebut mereka sebagai amat zalim, ingkar, kufur nikmat, jahil, durhaka, dlsb. Mereka makhluq yang tidak tahu diri.

Dalam kondisi seperti ini pasti akan datang teguran dari Allah, bisa berupa bencana alam di darat maupun di laut, kelaparan ,wabah penyakit, kezaliman, dll, agar mereka merasakan kesengsaraan dan kemelaratan, kalau-kalau mereka ingin kembali, memohon kepada Allah dengan tunduk dan merendahkan diri.
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (Rasul-Rasul) kepada umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan supaya mereka bermohon kepada Allah dengan tunduk dan merendahkan diri” QS.Al An’am:42.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan ulah tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali” QS. Ar Rum:41

Maka kembalilah kepada Allah dengan :
1. Mengingat Allah, memohon ampun kepada Nya, menyesali kesalahan .
“Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui” QS. Ali ‘Imran:135.

2. Bertaubat, mengadakan perbaikan, berpegang teguh pada (agama) Allah, dan tulus ikhlas beribadah karena Nya.
“Kecuali orang-orang yang bertaubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar” QS. An Nisa:146

3. Berpegang teguh pada sunnah Rasulullah dan Khulafaurrasyidin al Mahdiyyin, dan menjauhi semua bid’ah.

“Aku wasiyatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung, dan aku wasiyatkan agar kalian mendengar dan taat, walaupun yang mengamiri kalian adalah seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya barang siapa yang hidup sesudahku, niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang kepada sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin Al Mahdiyyin (para kholifah yang lurus dan diberi petunjuk), gigitlah ia dengan gigi gerahammu dan hati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru dalam agama, karena semua yang bid’ah itu adalah sesat” (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah. Disahihkan oleh Syaik Salim Al Hilali).

4. Menetapi Jama’ah Muslimin dan Imam mereka.
”Adalah orang-orang (para Shahabat) bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan dan adalah saya bertanya kepada Beliau tentang kejahatan, khawatir kejahatan itu menimpaku. Maka saya bertanya: Ya Rasulullah sesungguhnya kami dahulu berada dalam Jahiliyyah dan kejahatan, maka Allah mendatangkan kepada kami dengan kebaikan ini (Islam). Apakah sesudah kebaikan ini timbul kejahatan? Rasulullah menjawab:Ya. Saya bertanya: Apakah sesudah kejahatan itu datang kebaikan? Rasulullah menjawab:Ya, tetapi di dalamnya ada kekeruhan (dakhon). Saya bertanya: Apa kekeruhan itu? Rasulullah menjawab: Yaitu orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku –dalam riwayat Muslim: Kaum yang berprilaku bukan dari sunnahku dan orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau ketahui dari mereka itu dan engkau ingkari- . Aku bertanya: Apakah sesudah kebaikan itu akan ada lagi keburukan? Rasulullah menjawab: Ya, yaitu adanya penyeru-penyeru yang mengajak ke pintu-pintu jahannam, barang siapa mengikuti ajakan mereka, maka mereka melemparkannya ke dalam jahannam itu. Aku bertanya: Ya Rasulullah tunjukkan sifat-sifat mereka itu kepadaku. Rasulullah menjawab: Mereka itu dari kulit-kulit kita, dan berbicara menurut lidah-lidah kita. Aku bertanya: Apakah yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menjumpai keadaan yang demikian? Rasulullah bersabda: Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imam mereka. Aku bertanya: Jika tidak ada bagi mereka Jama’ah dan Imam? Rasulullah bersabda: Hendaklah engkau keluar menjauhi firqoh-firqoh itu semuanya, walaupun engkau sampai menggigit akar kayu hingga kematian menjumpaimu, engkau tetap demikian”. (HSR.Bukhari, Muslim & Ibnu Majah).

Sekali lagi, maka kembalilah kepada Allah, selagi masih di dunia, sebelum benar-benar dikembalikan kepada-Nya.
Wallahu a’lam bish showab.

Tidak ada komentar: